JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) membantah pihaknya mempersulit terbitnya Surat Izin Praktik (SIP) dokter, yang membuat lesu produksi dokter dan berakibat pada minimnya rasio ketersediaan dokter dalam negeri.
Ketua Umum Pengurus Besar (PB) IDI, Adib Khumaidi, menegaskan, jika ditemukan kejadian seperti itu di lapangan, maka hal itu tindakan individual.
"Itu problem oknum. Kalau dikatakan ada atau tidak rekomendasi yang dipersulit, banyak itu nominal, berapa jumlahnya?" ujar Adib dalam program ROSI di Kompas TV bertajuk "UU Kesehatan Sah, Selamat Tinggal IDI", dikutip Jumat (14/7/2023) malam.
Baca juga: Soal Calo Pengurusan Izin Praktik Dokter, IDI Sebut Sudah Lakukan Penindakan
Isu ini mencuat selama penyusunan Rancangan Undang-undang Kesehatan (kini telah disahkan menjadi undang-undang) yang ditolak keras IDI.
Hegemoni organisasi kesehatan seringkali disebut pemerintah menghambat pertumbuhan dokter spesialis karena mahalnya biaya pengurusan izin praktik.
Padahal, rasio dokter spesialis di Indonesia masih jauh di bawah standar.
Rasio dokter spesialis di Indonesia hanya 0,12 per 1.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan median Asia Tenggara, 0,20 per 1.000 penduduk.
Sementara itu, rasio dokter umum 0,62 dokter per 1.000 penduduk di Indonesia, lebih rendah dari standar WHO sebesar 1,0 per 1.000 penduduk.
Baca juga: IDI Bantah Pengumpulan SKP Makan Biaya Besar, Tak Semua Harus dari Seminar Berbayar
Adib mengeklaim, ketika pertama kali duduk sebagai orang nomor 1 di organisasi tunggal kedokteran itu, dirinya justru menyelesaikan kasus penghalang-halangan praktik dokter di satu wilayah.
Namun demikian, ia tidak membantah kasus-kasus semacam itu mungkin saja terjadi di lapangan.
"Pasti ada oknum, di mana pun, di institusi mana pun," ujar Adib.
"Saya tidak katakan permainan. Karena kalau kita bicara permainan, bicara data, berapa persen yang dipersulit?" imbuh dia.
Ia mengaku berani menjamin bahwa ia dan koleganya siap turun tangan dan menuntaskan masalah seandainya ditemui kasus dokter-dokter dipersulit penerbitan SIP-nya, maupun Surat Tanda Registrasinya (STR).
Baca juga: IDI Bantah Ada Dokter Mundur dari Keanggotaan karena Dukung UU Kesehatan
IDI sebelumnya juga mengklarifikasi pihaknya hanya mengenakan iuran kepada anggota hanya Rp 30.000 per bulan.
Selama 5 tahun, iuran yang dibayar oleh anggota mencapai Rp 1,8 juta.