JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta tak lepas tangan dalam kasus penyanderaan Pilot Susi Air, Philips Mark Marthens yang hingga saat ini belum bisa dibebaskan.
Apalagi, sudah ada permintaan dari Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka kelompok Egianus Kogoya agar Komnas HAM bisa menjadi negosiator seperti yang disampaikan Kepala Kantor Komnas HAM Perwakilan Papua Frits Ramandey.
"Yang pasti Komnas HAM tidak boleh lepas tangan karena secara kelembagaan, Komnas HAM harus mengambil sikap yang koheren antara keputusan di tingkat pusat dan keputusan di tingkat Kantor Perwakilan," ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid saat dihubungi melalui telepon, Jumat (7/7/2023).
Usman mengatakan, publik akan melihat sikap Komnas HAM menjadi tidak jelas karena berbeda dari tingkat pusat ke tingkat perwakilan.
Baca juga: Jokowi Gelar Rapat di Papua Terkait Upaya Pembebasan Pilot Susi Air
Dia mengusulkan agar Komnas HAM menggelar rapat khusus membahas permasalahan tersebut dan mendengarkan perwakilan mereka di Papua secara lebih objektif untuk menjadi negosiator kasus itu.
"Jadi menengahi konflik yang terjadi, dan konflik ini kan telah menimbulkan berbagai pelanggaran HAM," kata dia.
Sebelumnya, perbedaan pandangan terlihat antara Komnas HAM Perwakilan Papua yang menyebut menjadi negosiator kasus penyaderaan pilot Susi Air.
Hal itu disampaikan oleh Frits dalam webinar yang digelar Selasa (4/7/2023) lalu.
"Dan itu jadi perhatian kami, dan ada keberhasilan di situ karena ancaman penembakan tidak terjadi pada tanggal 1 Juli, itu berkat negosiasi, berkat pemantauan, berkat bagaimana Komnas HAM memberikan pandangan-pandangan terkait HAM," kata Frits.
Kompas.com mencoba mengkonfirmasi terkait upaya Komnas HAM menjadi negosiator dalam penyanderaan pilot Susi Air ini ke Ketua Komnas HAM Pusat, Atnike Nova Sigiro, Kamis dan Jumat (6-7/7/2023).
Namun, Atnike tidak memberikan jawaban.
Sikap Komnas HAM Pusat terkait dengan proses pembebasan Philips Marthens pernah diungkapkan Atnike lewat pesan singkat, Minggu (2/7/2023) yang menyebut menyerahkan semuanya kepada pemerintah.
"Kewenangan penanganan kasus penyanderaan ini berada di tangan pemerintah," ucap dia.
Komnas HAM hanya berharap dan memberikan dukungan agar pemerintah bisa segera menemukan solusi yang tepat.
"Komnas HAM mendesak agar penyandera segera melepaskan sandera dengan selamat, agar situasi keamanan di Papua menjadi lebih baik," kata Atnike.
Sebagai informasi, Philips disandera setelah pesawat yang dikemudikannya dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan, pada 7 Februari 2023.
Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP).
Philips dan kelima OAP disebut sempat melarikan diri ke arah yang berbeda. Kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips masih disandera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.