JAKARTA, KOMPAS.com - Peristiwa kebocoran data publik yang berulang, seperti data paspor yang terjadi baru-baru ini dilakukan peretas Bjorka, dinilai bisa merugikan dan membuat masyarakat dalam bahaya.
"Kebocoran data ini tentu saja sangat berbahaya bagi masyarakat yang datanya termasuk dalam data yang didapatkan oleh Bjorka tersebut," kata pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber dan dan Komunikasi (CISSReC), Pratama Dahlian Persadha, saat dihubungi pada Jumat (7/7/2023).
"Karena data pribadi yang ada tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk melakukan tindak kejahatan seperti penipuan, baik penipuan secara langsung kepada orang yang datanya bocor tersebut, maupun penipuan lain dengan mengatasnamakan atau menggunakan data pribadi orang lain yang bocor tersebut," sambung Pratama.
Bahkan menurut Pratama, data yang dicuri itu bisa saja jatuh ke tangan kelompok radikal dan dipergunakan buat melancarkan aksi kekerasan.
Baca juga: Soal 34 Juta Data Paspor Bocor, Dirjen Imigrasi: Server-nya di PDN Milik Kominfo
"Yang lebih berbahaya lagi jika data pribadi tersebut dipergunakan untuk membuat identitas palsu yang kemudian dipergunakan untuk melakukan tindakan terorisme, sehingga pihak serta keluarga yang data pribadinya dipergunakan akan mendapat tuduhan sebagai teroris atau kelompok pendukungnya," ucap Pratama.
Pratama mengatakan, pemerintah seharusnya belajar memperkuat pelindungan data dari beberapa kejadian kebocoran yang lalu.
Menurut Pratama, jika data masyarakat yang dikelola lembaga publik bisa dibobol dan dicuri tidak hanya membahayakan masyarakat, tetapi juga merusak kewibawaan pemerintah sebagai pengelolanya.
Baca juga: Darurat Keamanan Siber: Dugaan Kebocoran Data Paspor Indonesia
Dugaan kebocoran 34 juta data paspor WNI itu sebelumnya disampaikan di media sosial Twitter pada Rabu (5/7/2023), oleh Teguh Aprianto yang merupakan pendiri Ethical Hacker Indonesia melalui akun @secground.
Menurut Teguh, Bjorka mengeklaim mengambil 34,9 juta data paspor WNI dalam kondisi terkompres sebesar 4 GB.
Data itu dijual oleh Bjorka seharga 10.000 dollar Amerika Serikat. Bjorka juga membagikan 1 juta data itu sebagai sampel bagi yang berminat.
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Silmy Karim mengatakan, peladen Imigrasi berada di Pusat Data Nasional (PDN), yang dikelola Kemenkominfo.
“Server imigrasi di PDN (pusat data nasional) milik Kominfo,” kata Silmy saat dihubungi Kompas.com, Kamis (6/7/2023).
Sementara itu, Kominfo menyatakan masih menelusuri dugaan kebocoran dugaan data paspor itu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan, tim yang terdiri dari Kominfo, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), dan Imigrasi masih menyelidiki hal ini.
Baca juga: Demokrat Desak Pemerintah Beri Penjelasan soal Kebocoran 34 Juta Data Paspor
"Hasil sementara, ada perbedaan struktur data antara yang ada di Pusat Data Nasional dengan yang beredar," ujarnya, saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (5/7/2023) malam.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.