Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Fathurrohman

Analis Kejahatan Narkotika

Perang, Narkoba, dan Dampaknya yang Tidak Berujung

Kompas.com - 07/07/2023, 12:04 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AGENDA rutin Rabu pagi saya adalah berlari di area Monas, Jakarta, dengan didampingi seorang konselor adiksi yang konsisten lari sejak sepuluh tahun lalu. Dia adalah mantan pecandu narkoba sejak usia sekolah.

Rutinitas larinya adalah 10 km yang dia lakukan dua atau tiga kali tiap minggunya. Katanya, ketika masih menjadi pecandu, kakinya dulu ‘kurus kering’. Perlahan menjadi normal selepas dari kecanduan dan dibarengi aktivitas olahraga teratur.

Obrolan kami tidak jauh dari ragam cerita para kliennya. Dia menarik kesimpulan di antara kesusahan para klien untuk lepas dari jerat narkoba adalah dampak candunya yang kuat, sementara cara pandang hidupnya juga kacau.

Kekacauan cara pandang yang dimaksud adalah ketidakmampuannya untuk menghadapi masalah atau beban hidup. Narkoba seolah dianggap solusi atas masalahnya. Padahal, itu berdampak sebaliknya.

Cerita bahwa narkoba bukan solusi, apalagi dalam rentang masa panjang, sudah terekam dalam catatan rangkaian kelam Perang Dunia II. Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat adalah korban atas adiksi narkoba yang salah sejak awal.

Bahkan, dari merekalah keberadaan narkoba sabu yang unfaedah itu hingga kini masih eksis di berbagai belahan dunia.

Tak terkecuali negara miskin atau kaya. Narkoba sabu tampak bersaing dengan penyalahgunaan ganja, sama-sama tinggi peminat.

Gagal mengendalikan penggunaan narkoba sabu

Lazr Edeleanu mungkin menyesali temuannya pada 1887, berupa obat untuk penderita ADHD, amfetamin.

Penemuan kimiawan Rumania tersebut diracik ulang oleh Nagai Nagyoshi, kimiawan Jepang, menjadi sabu atau metamfetamin pada 1893.

Sekitar 20 tahun kemudian, Akira Ogata yang juga ilmuwan Jepang, memperbaiki metode Nagai agar proses pembuatan sabu menjadi lebih sederhana, yaitu hanya dengan mereduksi efedrin menggunakan fosfor merah dan senyawa kimia iodin.

Kalau ditelusuri, kasus-kasus pabrik sabu di Indonesia yang mencuat pada 2000-an, bahan kimia prekursor narkotika seperti efedrin, fosfor merah, atau iodine kerap ditemukan di TKP pabrik narkoba sabu.

Rekan saya, seorang analis jaringan pabrik narkoba sabu di BNN, mengatakan bahwa ketiga jenis bahan kimia tersebut adalah kunci dalam menelusuri keberadaan pabrik narkoba sabu.

Selain ilmuwan Jepang, ahli fisika dan kimia melakuan penemuan ulang pengolahan efedrin tersebut.

Dia adalah Fritz Hauschild yang melakukannya pada 1937, untuk perusahaan farmasi Temmler di Berlin, sebagaimana diulas oleh Ray J. Defalque dan Amos J. Wright di Bulletin of Anesthesia History (2011).

Heinrich Theodor Böll, seorang kritikus prodemokrasi yang kemudian meraih penghargaan Nobel, sesungguhnya adalah peserta aktif perang dunia ke-2. Tidak ada pilihan baginya untuk berperang membela Jerman yang saat itu dikuasi rezim Nazi Hitler.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Gerindra: Jangan Harap Kekuasaan Prabowo Jadi Bunker Buat Mereka yang Mau Berbuat Buruk

Nasional
Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Ogah Jawab Wartawan Soal Kasus TPPU, Windy Idol: Nyanyi Saja Boleh Enggak?

Nasional
Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com