JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan layanan maksimal bagi para pemilih disabilitas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu 2024.
Wakil Ketua Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi, menilai bahwa KPU jangan sampai terlena dengan jumlah pemilih disabilitas dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang hanya 0,54 persen.
Meskipun persentasenya kecil, namun jika dikonversi ke angka riil, ada 1.101.178 pemilih disabilitas yang dipastikan memiliki hak pilih. Pramono menegaskan, jumlah ini sangat besar.
"Kita berharap, difasilitasi sepenuh hati agar bisa menggunakan hak pilihnya pada pemilu nanti," kata Pramono dalam gelar wicara virtual bertajuk "Pemilu yang Ramah HAM, Apa Syaratnya?" pada Rabu (4/7/2023).
Baca juga: Komnas HAM Minta KPU dan Parpol Sosialisasi Pemilu 2024 Pakai Bahasa Isyarat Juga
Eks komisioner KPU RI itu berharap, para petugas KPU di lapangan betul-betul memperhatikan jenis disabilitas yang ditemui selama proses pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih di lapangan.
Setiap penyandang disabilitas di dalam DPT TPS tertentu harus ditandai kebutuhannya, untuk nantinya difasilitasi pada hari pemungutan suara.
"Misalnya, di satu TPS ada pemilih manula yang lanjut usia sekali dan pendengarannya berkurang, maka petugas TPS ketika melakukan pengumuman harus pelan-pelan, tidak bisa buru-buru, sehingga bisa didengar pemilih manula ini," ujar Pramono memberi contoh.
"Atau kalau diketahui di satu TPS ada pemilih menggunakan kursi roda, dipastikan TPS-nya tidak lompat parit, lebar pintu masuk TPS-nya bisa masuk kursi roda. Itu pentingnya kenapa pendataan pemilih betul-betul mengetahui TPS ini berapa disabilitas netra, rungu, dan manulanya, berapa pemilih yang menggunakan kursi roda," ungkapnya.
Sebelumnya, KPU mengeklaim bahwa para pemilih disabilitas ini akan diberikan layanan maksimal pada hari pemungutan suara, mulai dari lokasi TPS yang aksesibel, antrean yang ramah, hingga desain surat suara yang memudahkan pemilih disabilitas.
Baca juga: KPU Jelaskan soal DPT Luar Negeri yang Lebih Sedikit dari Jumlah Pekerja Migran
Tuna netra, misalnya, disebut bakal diizinkan KPU untuk ditemani pendamping ke bilik suara.
"Yang mendampingi harus mengisi form, dulu namanya form untuk pendampingan, bagi pemilih yang membutuhkan pendampingan," ujar Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon Idroos dalam diskusi di Kementerian Dalam Negeri, Senin (20/2/2023).
"Mereka boleh memilih siapa yang mendampingi, dan yang mendampingi harus merahasiakan pilihan yang didampingi di dalam bilik suara," ia menambahkan.
Khusus pemilih tuna netra, Betty menyebut bahwa KPU menyiapkan surat suara presiden-wakil presiden dan calon anggota DPD berhuruf braille.
"Itu yang available disiapkan dengan huruf braille. Tapi di sisi lain tidak semua tuna netra bisa baca braille," kata Betty.
"Sehingga kami akan meneruskan terkait dengan membolehkan mereka yang disabilitas atau yang tak mampu untuk didampingi masuk ke bilik suara," sambung eks Ketua KPU DKI Jakarta tersebut.