Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Ungkap Kasus Pungli Penyelundupan Ponsel di Rutan Sudah Terjadi sejak 2018

Kompas.com - 30/06/2023, 09:49 WIB
Syakirun Ni'am,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus penyelundupan ponsel (handphone) ke dalam rumah tahanan (rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan biaya tertentu atau pungutan liar (pungli) sudah terungkap sejak 2018.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, peristiwa penyelundupan ponsel itu bukan baru kali ini terjadi. Sebelumnya, peristiwa serupa telah diungkap Pengawas Internal (PI).

“Jadi ada kejadian 2018, kita temukan ada beberapa handphone di rooftop-nya rutan,” kata Ghufron dalam acara Satu Meja Kompas TV yang tayang pada Rabu (28/6/2023) malam.

Setelah diperiksa, PI mendapatkan ponsel itu milik tahanan yang pernah mendekam di rutan KPK tetapi telah dipindahkan ke Surabaya.

Baca juga: KPK Dinilai Alami Demoralisasi dan Degradasi Usai Berbagai Kasus di Internal Terkuak

PI kemudian melakukan penelusuran sampai Surabaya dan mantan tahanan KPK terkait membenarkan bahwa ponsel itu miliknya.

“Ia menyampaikan bahwa untuk memasukkan handphone ataupun mendapatkan makanan tambahan di luar makanan-makanan yang ada disediakan KPK, mereka membutuhkan biaya-biaya tertentu,” ujar Ghufron.

Ghufron mengatakan, kasus penyelundupan ponsel ke rutan KPK dengan cara membayar sejumlah uang itu sudah terjadi saat KPK dipimpin Saut Situmorang.

Selain itu, transaksi Rp 4 miliar di rutan KPK terkait penyelundupan uang dan ponsel yang saat ini menjadi sorotan bukan tiba-tiba terjadi pada era Firli Bahuri.

“Jadi kita bicara perspektif ke depan, kita tidak ingin kemudian saling menyalahkan,” kata Ghufron.

Baca juga: Demoraliasi dan Degradasi KPK Dinilai Terjadi Setelah Revisi Undang-Undang

Sementara itu, mantan Ketua KPK Saut Situmorang tidak menampik bahwa kasus penyelundupan ponsel ke rutan itu juga terjadi pada masa kepemimpinannya.

Namun, Saut mengatakan, penyelundupan ponsel dan pelanggaran-pelanggaran lainnya sudah terdeteksi dan ditindak.

“Terdeteksi dan terukur dan kemudian penindakannya itu jelas, clear,” kata Saut yang hadir secara langsung di studio Kompas TV.

Sebelumnya, KPK tengah disorot karena dugaan pungli di rutan dengan nilai mencapai Rp 4 miliar per Desember 2021 hingga Maret 2023.

Transaksi panas itu diduga terkait penyelundupan uang dan alat komunikasi untuk tahanan kasus korupsi dan terindikasi suap, gratifikasi, serta pemerasan.

Terbaru, KPK diketahui membebastugaskan puluhan pegawai lantaran kasus tersebut.

Baca juga: Ketika KPK Mulai Tindak Tegas Pegawai di Kasus Pungli, Suap hingga Pelecehan Istri Tahanan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com