JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ridho Al Hamdi menilai usulan perpanjangan jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun dinilai tidak sehat untuk negara demokrasi.
Menurut Ridho, perpanjangan masa jabatan tersebut mengakibatkan terlalu lama untuk masyarakat mengevaluasi kinerja kades apakah layak dipilih kembali atau tidak.
"Ini tidak sehat untuk iklim negara demokrasi," ucap Ridho dalam keterangan tertulis, Jumat (23/6/2023).
Ridho mengatakan, masa kepemimpinan negara demokrasi sekitar 4-6 tahun.
Begitu juga keberadaan sistem demokrasi membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjang.
Baca juga: Masa Jabatan Kades Diperpanjang Jadi 9 Tahun, Ketua Baleg DPR: Untuk Jaga Stabilitas Desa
Selain merusak tataran demokrasi, penambahan masa jabatan kades ini berpotensi terjadi penyelewengan kekuasaan dan merusak substansi demokrasi yang sudah baik.
"Karena itu, enam tahun adalah pilihan yang bijak, tidak perlu diperpanjang lagi. Jika kinerja kades inkumben dianggap berhasil, pasti akan terpilih lagi di periode kedua," kata dia.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) menyepakati perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi sembilan tahun dan dapat dipilih dua kali.
Kesepakatan tersebut disampaikan dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) Penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Kedua Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Baleg DPR, Kamis (23/6/2023).
Baca juga: PP Muhammadiyah Minta DPR Bersikap Dewasa Tentukan Masa Jabatan Kades
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa usulan perpanjangan masa jabatan kades didasari pada pertimbangan untuk menjaga stabilitas desa.
"Menyangkut soal perpanjangan itu salah satu pertimbangan kami adalah stabilitas desa," katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (23/6/2023).
Pernyataan tersebut Supratman sampaikan usai mengikuti Rapat Panja RUU Desa di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia menilai, gesekan akibat pemilihan kepala desa (Pilkades) sering mengganggu stabilitas desa.
Menurut Supratman, gangguan stabilitas desa menimbulkan terganggunya pertumbuhan dan pembangunan di desa. Padahal desa seharusnya menjadi ujung tombak dari pertumbuhan ekonomi.
Ia mengungkapkan, pihaknya tidak ingin terjadinya gesekan antar-masyarakat mengganggu stabilitas desa yang dapat berdampak pada terhambatnya pembangunan.
"Untuk menjadi lokomotif ekonomi pertumbuhan kita ke depan, makanya stabilitas itu penting untuk kita jaga," ujar Supratman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.