JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, pihaknya mendesak pimpinan DPR untuk segera memproses surat presiden (surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana dengan membacakannya di rapat paripurna.
Pasalnya, sejak Istana mengirimkan surpres RUU Perampasan Aset, DPR tak kunjung memprosesnya. Padahal, DPR sudah melewatkan enam rapat paripurna sejak itu.
Hingga rapat paripurna Selasa (20/6/2023), RUU Perampasan Aset masih menggantung di DPR.
Baca juga: Nasib RUU Perampasan Aset: 6 Kali Rapat Paripurna DPR, Surpres Tak Kunjung Diproses
Arsul Sani menegaskan, PPP menjadi fraksi di DPR yang setuju RUU Perampasan Aset segera dimusyawarahkan.
"Iya (mendesak). Fraksi PPP adalah fraksi yang setuju agar RUU Perampasan Aset itu segera dimusyawarahkan di rapat musyawarah pengganti Bamus," ujar Arsul saat dimintai konfirmasi, Rabu (21/6/2023).
Arsul menjelaskan, DPR harus segera menentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) mana yang akan membahas RUU Perampasan Aset.
Dengan demikian, komisi terkait yang ditunjuk nantinya akan membahas RUU itu sesuai dengan mekanisme.
"Untuk menentukan AKD mana yang akan diserahi tugas melakukan pembahasan," imbuhnya.
Baca juga: Dulu Desak Pemerintah, Sekarang DPR Tak Kunjung Bacakan Surpres RUU Perampasan Aset
Adapun RUU Perampasan Aset yang diusulkan pemerintah hingga kini masih terkatung-katung.
Pasalnya, sejak pemerintah mengirim surat presiden (surpres) RUU Perampasan Aset pada 4 Mei 2023, pimpinan DPR hingga kini tak kunjung membacakannya dalam rapat paripurna.
Setidaknya, sudah enam kali rapat paripurna digelar sejak surpres diterima DPR, tetapi nasib RUU Perampasan Aset tetap menggantung.
Ini terjadi lantaran proses politik di meja antarfraksi hingga ini belum juga tuntas.
Padahal, DPR sebelumnya telah memperlihatkan sikap tegasnya dengan mendesak pemerintah agar segera mengirim surpres RUU Perampasan Aset.
Akan tetapi, setelah pemerintah mengirim surpres, sikap tegas DPR perlahan memudar hingga membuat nasib RUU Perampasan belum ada kepastian.
Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F Paulus mengungkapkan, terhambatnya pembacaan surpres RUU Perampasan Aset dalam rapat paripurna disebabkan proses politik yang belum tuntas di antara fraksi-fraksi parpol parlemen.