JAKARTA, KOMPAS.com - Duta Besar Belanda untuk Indonesia Lambert Grijns menyatakan, pernyataan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte yang mengakui kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945, sejalan dengan kebijakan negaranya selama 18 tahun terakhir.
Tepatnya, sejak Menteri Luar Negeri Belanda Ben Bot secara politik dan moral menerima kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada 17 Agustus 2005 malam.
Adapun pengakuan kemerdekaan itu disampaikan Rutte di sebuah agenda bersama parlemen Belanda.
"Tidak ada perubahan dalam posisi Belanda. Hal ini sejalan dengan kebijakan kita selama 18 tahun terakhir," kata Lambert Grijns dalam keterangannya kepada Kompas.com, Jumat (16/6/2023).
Baca juga: Kemenlu Buka Suara atas Pernyataan Belanda Akui Kemerdekaan RI Tahun 1945
Lambert menyampaikan, ungkapan Menteri Ben Bot pada 2005 silam itu pun disampaikan lagi oleh PM Rutte baru-baru ini.
Lebih lanjut dia menyebut, PM Rutte mengaku akan terus bersama Presiden Joko Widodo agar Belanda dapat lebih terlibat dalam perayaan kemerdekaan Indonesia.
"PM Rutte berjanji akan bersama Presiden Jokowi, bagaimana Belanda dapat lebih terlibat dalam perayaan kemerdekaan Indonesia, jika ada permintaan dari pihak Indonesia," tutur Lambert Grijns.
Dihubungi terpisah, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Teuku Faizasyah menyampaikan, pihaknya mengikuti adanya debat di parlemen Belanda pada tanggal 14 Juni dan pernyataan yang disampaikan PM Rutte tersebut. Namun, ia belum mau berkomentar lebih jauh.
"Sejauh ini belum ada yang dapat disampaikan karena masih menunggu masukan dari KBRI di Den Haag," ucap Faiza.
Sebagai informasi, belanda sebelumnya hanya mengakui hari kemerdekaan Indonesia adalah 27 Desember 1949 sebagai hasil keputusan Konferensi Meja Bundar dan penyerahan kedaulatan dari Belanda ke RI.
Kemudian pada tahun 2005, Belanda telah menerima secara politik dan moral bahwa Indonesia merdeka pada tahun 1945. Akan tetapi, pengakuan itu tidak pernah diberikan secara penuh.
Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan, pernyataan Belanda yang menerima Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 itu lebih bermakna secara politis yang tak berimbas secara legalistis.
Baca juga: Kemenlu: 45 WNI Jadi Korban Perusahaan Online Scam di Laos, Paspor Mereka Ditahan
Sebab, menerima kenyataan (aanvaarden) berbeda arti dengan mengakui (erkent atau to recognize).
Ini lah yang membedakan pernyataan PM Mark Rutte kali ini, yang mengatakan bahwa dia, atas nama pemerintah Belanda, mengakui (erkent) kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Namun menurut Bonnie, tampaknya Rutte enggan memasuki dampak legalistik dari pernyataannya dengan mengatakan kekerasan yang terjadi semasa revolusi kemerdekaan Indonesia di luar jangkauan Konvensi Jenewa.
Pasalnya, kesepakatan internasional yang mengatur perlindungan kemanusiaan dalam perang itu belum berlaku.
"Pernyataan Rutte yang mengakui kekerasan Belanda terhadap warga Indonesia secara moral, namun tidak secara yuridis, berujung dengan kesimpulan yang dibangunnya sendiri, bahwa secara legal kekerasan serdadu Belanda terhadap warga Indonesia tidak bisa dianggap sebagai kejahatan perang," terang Bonnie.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.