SETELAH 78 tahun, pemerintah Belanda akhirnya mengakui secara resmi dan tanpa syarat bahwa Indonesia merdeka dari Belanda pada 17 Agustus 1945.
Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, mengumumkan pengakuan itu di hadapan anggota parlemen dari Partai GroenLinks pada 14 Juni 2023 sebagai tanggapan terhadap pertanyaan mereka mengenai pengakuan resmi terhadap kemerdekaan Indonesia. Rutte, bahkan, berjanji untuk berdiskusi dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo, guna mencapai interpretasi bersama mengenai peringatan hari kemerdekaan tersebut.
Baca juga: Setelah 78 Tahun, Belanda Akui Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Pengakuan tersebut tidak hanya menegaskan fakta sejarah yang tak terbantahkan, tetapi juga membawa kelegaan bagi banyak orang. Para pemimpin Belanda sekarang memberikan pengakuan yang sangat dinantikan rakyat Indonesia, mengakhiri penolakan sebelumnya terhadap perayaan dan pengakuan sejarah yang dilakukan setiap tahun oleh masyarakat Indonesia.
Lebih dari sekadar pengakuan, langkah itu juga menandai titik balik dalam hubungan bilateral kedua negara dan menjadi tonggak penting dalam upaya rekonsiliasi.
Pengakuan itu memiliki makna yang sangat mendalam bagi Indonesia. Pertama-tama, pengakuan ini adalah penegasan resmi bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama ini, terdapat perbedaan pendapat di Belanda yang masih memegang tanggal 27 Desember 1949, yaitu tanggal pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.
Dengan pengakuan itu, tidak ada lagi keraguan bahwa Indonesia benar-benar merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Pengakuan itu juga mencerminkan penghormatan dan pengakuan Belanda terhadap sejarah dan kedaulatan Indonesia.
Baca juga: Belanda Akui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, Jokowi: Bagus, tapi Saya Minta Masukan Dulu dari Menlu
Makna kedua adalah pengakuan terhadap dampak negatif kolonialisme Belanda di Indonesia. Selama masa kolonial dan Perang Kemerdekaan, terjadi banyak kejahatan perang dan pelanggaran hak asasi manusia yang belum diselesaikan dengan baik.
Dengan pengakuan itu, diharapkan terbuka jalan untuk menyelesaikan isu-isu tersebut, termasuk memberikan keadilan bagi korban, menuntut pertanggungjawaban, dan merehabilitasi para veteran. Secara strategis, pengakuan itu memiliki potensi besar untuk mendorong proses rekonsiliasi dan meningkatkan hubungan bilateral antara kedua negara.
Hal itu bisa menjadi titik awal bagi dialog yang lebih intens dan kerja sama yang lebih erat di masa depan, terutama dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan teknologi. Sejarah kemerdekaan Indonesia dan perjuangannya melawan penjajahan merupakan bagian integral dari identitas nasional Indonesia.
Pengakuan Belanda dapat menjadi elemen penting dalam pendidikan sejarah dan memori kolektif masyarakat Indonesia. Bagi banyak korban dan keluarga mereka yang menderita akibat kekerasan selama periode tersebut, pengakuan itu bisa menjadi langkah pertama menuju keadilan, baik dalam bentuk pengakuan, permintaan maaf, atau kompensasi.
Namun, penting untuk diingat bahwa pengakuan itu bukanlah akhir dari perjalanan. Indonesia harus memanfaatkan momentum tersebut untuk mendorong agenda dan tujuan nasionalnya. Penting untuk melanjutkan dialog dan negosiasi dengan Belanda mengenai dampak dari pengakuan itu, termasuk pembahasan kompensasi bagi korban perang kemerdekaan dan rehabilitasi bagi veteran.
Pemerintah Indonesia juga harus memastikan bahwa pengakuan tersebut diintegrasikan dalam kurikulum sejarah nasional dan disampaikan dengan cara yang tepat kepada generasi muda.
Indonesia juga harus meningkatkan peran dan kehadirannya di panggung internasional. Terutama, Indonesia harus mendorong negara-negara penjajah lainnya untuk mengakui dan meminta maaf atas dampak negatif kolonialisme yang mereka lakukan.
Hal itu bukan hanya penting untuk mencapai keadilan bagi korban kolonialisme, melainkan juga untuk mencegah terulangnya penjajahan di masa depan.
Dengan pengakuan itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Belanda dan harus memanfaatkan kesempatan tersebut untuk meningkatkan kerja sama dalam berbagai bidang, sambil tetap memperhatikan luka dan trauma sejarah yang dialami.