Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Virdika Rizky Utama
Peneliti PARA Syndicate

Peneliti PARA Syndicate dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik, Shanghai Jiao Tong University.

Aldi Taher, Fenomena Kelelahan Demokrasi?

Kompas.com - 08/06/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KONDISI politik Indonesia belakangan ini mungkin bisa disimbolkan oleh peristiwa yang terjadi beberapa hari lalu, saat ruang virtual di Tanah Air dipenuhi wawancara Aldi Taher yang menyatakan pencalonannya sebagai anggota legislatif.

Wawancara tersebut diadakan di salah satu stasiun televisi swasta dan menjadi topik hangat, memaparkan kontradiksi yang cukup mencolok di dalam demokrasi kita hari ini.

Peristiwa tersebut tidak hanya menunjukkan dua sisi koin—tawa dan air mata—tapi juga mengungkap paradoks dalam sistem politik kita yang tampak semakin meninggalkan visi ideal demokrasi.

Demokrasi dalam intisarinya dirancang sebagai instrumen yang menjamin individu yang mampu dan kompeten memiliki peluang sama untuk meraih posisi kepemimpinan.

Paradoks terjadi ketika beberapa pencalonan politik—termasuk pencalonan Aldi Taher—cenderung memicu tawa daripada menginspirasi harapan dan optimisme akan kemajuan demokrasi kita.

Sejumlah warganet, dengan berbagai alasan, bahkan menyatakan dukungan mereka kepada sosok seperti Aldi Taher.

Seakan menggambarkan ketidakpuasan dan kekecewaan terhadap sistem politik yang seharusnya mewakili suara mereka, sejumlah pihak lebih memilih "badut politik" sejati daripada politisi yang tampak pretensius, namun tak jelas arah dan tujuannya.

Ini mencerminkan apa yang bisa kita sebut sebagai 'kelelahan demokrasi' atau democratic fatigue.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wesley Menard Chaput (2020), kelelahan demokrasi merujuk pada kondisi di mana masyarakat merasa frustrasi dan kecewa dengan sistem politik yang dianggap tidak berfungsi, kurang efisien, atau terlalu rumit.

Faktor-faktor seperti stagnasi ekonomi, peningkatan disfungsi politik ditandai dengan polarisasi dan kepercayaan terhadap pemerintah yang merosot, serta perubahan generasi yang signifikan dalam norma budaya, berperan dalam menjelaskan fenomena ini, khususnya di kalangan milenial.

Sebagai akibatnya, masyarakat cenderung merasa lebih puas dengan demokrasi cacat yang memperkuat aktor politik populis-otoriter yang mereka dukung.

Dalam kondisi tertentu, otoritarianisme—meski berbahaya dan penuh kelemahan—dianggap sebagai alternatif yang lebih dapat diandalkan.

Ironis memang, namun ini menggambarkan sejauh mana frustrasi dan kekecewaan masyarakat terhadap demokrasi saat ini.

Kelelahan demokrasi bukan hanya tentang kerinduan akan sistem politik berbeda. Jika kita telaah lebih dalam, kelelahan demokrasi juga bisa menjadi pemicu bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam memperbaiki sistem politik.

Korupsi yang merajalela, misalnya, bukan hanya soal individu yang melakukan tindakan melanggar hukum demi keuntungan pribadi, melainkan juga tentang bagaimana struktur politik kita memfasilitasi dan memperkuat praktik koruptif tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Soal 'Presidential Club', Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Soal "Presidential Club", Djarot PDI-P: Pak Prabowo Kurang Pede

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com