Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rudi Hartono
Penulis Lepas dan Peneliti

Penulis lepas dan pendiri Paramitha Institute

Memenangkan Pancasila

Kompas.com - 04/06/2023, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KITA bersyukur, Hari Lahir Pancasila kembali diperingati sejak reformasi 1998. Bahkan, sejak Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016, Harlah Pancasila tidak hanya diperingati, tetapi juga menjadi Hari Libur Nasional.

Namun, Harlah Pancasila seharusnya tidak berhenti sebagai seremoni. Tidak berhenti sebagai teks dan lisan yang diucapkan dalam upacara dan kegiatan resmi pejabat Negara. Tak sekadar sebagai kata-kata penghias dalam pidato berapi-api para politisi.

Ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab secara kolektif, terutama oleh setiap penyelenggara Negara: sudahkah Pancasila hadir dalam penyelenggaraan negara? Sejauh mana nilai-nilai Pancasila mengilhami penyelenggara Negara, baik sikap maupun kebijakannya?

Jauh Panggang dari Api

Pancasila merupakan gagasan yang luar biasa. Sejak pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 itu, Pancasila telah menjadi ide yang berhasil menyatukan bangsa Indonesia yang beragam suku, agama, ras, tradisi, adat istiadat, kepercayaan, dan aliran politik.

Tidak berhenti di situ, sejak ditetapkan sebagai Dasar Negara, Pancasila telah merawat Indonesia merdeka hingga sekarang ini. Tidak banyak bangsa se-majemuk bangsa Indonesia yang bisa bertahan hingga sejauh ini.

Namun, tak bisa dimungkiri, aktualisasi nilai-nilai Pancasila itu dalam penyelenggaraan negara sepertinya kian jauh panggang dari api.

Ada berderet-deret buktinya kalau mau disebutkan. Merujuk pada data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejak tahun 2004 hingga 2022, dari total 1.519 tersangka, ada 521 tersangka memiliki irisan dengan politik, mulai dari menteri, anggota legislatif (DPR RI dan DPRD) hingga kepala daerah (gubernur, wali kota, ataupun bupati).

Kualitas demokrasi tak kunjung naik kelas, yang tercermin pada skor Indeks Demokrasi yang masih masuk kategori flawed democracy (demokrasi cacat), akibat sikap banyak pejabat Negara yang masih suka membungkam kritik dan kemerdekaan berpendapat.

Dan yang paling menyakitkan, bangsa ini masih berhadapan dengan persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang mengoyak-ngoyak sila ke-5 Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dalam 100 tahun terakhir, 10 persen masyarakat terkaya menguasai 40-50 persen pendapatan nasional. Sebaliknya, 50 persen ekonomi terbawah hanya menguasai 12-18 persen dari total pendapatan nasional (INFID, 2022).

Namun ketimpangan tak hanya menyangkut perbedaan pendapatan antarwarga Negara, tetapi juga capaian pembangunan antardaerah.

Ada daerah yang warganya menikmati infrastruktur jalan raya dan transportasi yang memadai. Sementara daerah lain warganya harus menggotong warganya yang sakit berkilo-kilometer karena terbatasnya jalan yang memadai, transportasi publik, dan rumah sakit.

Menangkan Pancasila

Pancasila harus dimenangkan. Memenangkan Pancasila berarti memastikan semua penyelenggara Negara bisa menghadirkan nilai-nilai Pancasila dalam sikap dan kebijakannya.

Di sini, penyelenggara Negara adalah pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara.

Tentu saja, agak sulit berharap Pancasila bisa teraktualisasi tanpa intervensi dan tekanan politik. Penyelenggara Negara bukanlah aktor politik netral dan bebas nilai. Mereka mewakili kepentingan dan agenda politik tertentu, baik pribadi maupun kelompok tertentu.

Bagi saya, Pancasila harus dimenangkan lewat aksi politik kolektif warga Negara. Pancasila harus diperjuangkan dari bawah lewat aksi politik warga Negara, baik lewat aksi politik sehari-hari maupun Pemilihan Umum.

Pertama, mendorong partisipasi aktif warga Negara untuk mengkritik perilaku maupun kebijakan penyelenggara Negara yang merugikan kepentingan publik dan menjauh dari nilai-nilai Pancasila.

Kedua, memperjuangkan pembukaan ruang politik yang selebar-lebarnya bagi keterbukaan informasi dan partisipasi warga Negara, seperti dalam penyusunan anggaran publik dan penyusunan rencana pembangunan.

Ketiga, memajukan kesadaran politik warga Negara dalam memilih calon/kandidat pejabat politik berdasarkan rekam jejak yang bersih, keberpihakan pada kepentingan umum, kesediaan untuk menerima kritik, dan kecakapan dalam menjalankan fungsi jabatannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

Nasional
Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Sidang Kasus SYL Menguak Status Opini WTP BPK Masih Diperjualbelikan

Nasional
Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

Nasional
Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

Nasional
PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

Nasional
Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

Nasional
Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com