Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggota DPR Usulkan Masa Jabatan Hakim MK Juga Jadi 5 Tahun seperti Pimpinan KPK

Kompas.com - 26/05/2023, 06:57 WIB
Tatang Guritno,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani ingin masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) diubah menjadi lima tahun.

Hal itu disampaikan setelah MK mengabulkan gugatan uji materi Komisioner KPK Nurul Ghufron terhadap Undang- Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK terkait masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.

“Kami menilai bahwa putusan MK ini membawa konsekuensi tidak saja terhadap UU KPK, tetapi juga terhadap UU MK yang mengatur tentang masa jabatan hakim MK,” ujar Arsul Sani pada Kompas.com, Kamis (25/5/2023).

Ia mengatakan, dalam UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, seorang hakim MK bisa menjabat sampai 15 tahun sepanjang tidak melebihi usia 70 tahun.

Baca juga: MK Putuskan Masa Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Ketua Komisi III: Final dan Mengikat

Padahal, salah satu alasan MK mengabulkan gugatan uji materi masa jabatan pimpinan KPK adalah prinsip keadilan terkait masa jabatan pimpinan berbagai lembaga negara yang bersifat independen dan dinilai memiliki derajat yang sama dengan lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

“Selain itu MK menganggap bahwa penetapan masa jabatan pimpinan KPK yang hanya empat tahun itu dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan pemerintah,” katanya.

Oleh karenanya, agar memenuhi prinsip keadilan dan tak lagi dianggap menyalahgunakan wewenang pembuat undang-undang, Arsul Sani mengusulkan agar DPR dan pemerintah membuat masa jabatan hakim MK menjadi lima tahun.

Usulan tersebut bisa dibicarakan karena saat ini DPR dan pemerintah tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan keempat UU MK.

Baca juga: Pakar: MK Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK, Tak Berlaku untuk Firli Cs

Dalam pandangan Arsul, wacananya itu harus dipikirkan secara serius untuk menjamin prinsip keadilan. Sebab, proses seleksi pimpinan KPK dan hakim MK sama-sama dilakukan terbuka melalui DPR.

“Ini memerlukan koreksi UU MK agar konsisten dengan pertimbangan hukum dan prinsip keadilan bagi pejabat pimpinan lembaga negara independen yang diseleksi secara terbuka sebagaimana hakim MK dan komisioner lembaga-lembaga negara lainnya, seperti KPK, Komnas HAM dan lain sebagainya,” ujar Arsul.

Diketahui, salah satu alasan MK mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Nurul Ghufron adalah ketidakadilan masa jabatan antara pimpinan KPK dengan lembaga lain. Sebab, beberapa pimpinan lembaga negara lain menjabat selama lima tahun.

Selain itu, masa jabatan pimpinan selama empat tahun dianggap bisa mengganggu independensi KPK karena berarti dalam satu periode masa jabatan anggota DPR dan Presiden, kedua lembaga itu bisa melakukan pengujian sebanyak dua kali pada pimpinan KPK.

Para hakim MK berpendapat, situasi itu juga bisa memunculkan benturan kepentingan pada pimpinan KPK yang akan kembali mengikuti seleksi.

Baca juga: 4 Hakim MK Beda Pendapat Terkait Jabatan Pimpinan KPK Jadi 5 Tahun, Dinilai Tak Beralasan Hukum

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com