Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi di KTT G7: Bukan Zamannya Lagi Negara Berkembang Hanya Jadi Pengekspor Bahan Mentah

Kompas.com - 21/05/2023, 12:12 WIB
Fika Nurul Ulya,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan di depan negara-negara G7 untuk menghentikan kebijakan monopoli dan diskriminasi terhadap komoditas negara berkembang, termasuk komoditas nikel maupun bahan mentah lainnya.

Pasalnya, setiap negara memiliki hak pembangunan (right to development) dan hak untuk mengolah sumber daya alam untuk menghasilkan nilai tambah.

Hak tersebut, menurut Jokowi, harus dihormati oleh setiap negara.

Hal tersebut dinyatakan Jokowi saat menghadiri pertemuan sesi 6 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, dengan tema "Working Together to Address Multiple Crisis" di Hiroshima, Jepang.

"Presiden menekankan kebijakan monopoli dan diskriminasi terhadap komoditas negara berkembang harus dihentikan," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi dalam pernyataan pers secara daring, Minggu (21/5/2023).

Baca juga: Jokowi dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy Reunian di Sela-sela KTT G7

Retno Marsudi mengatakan, 270 juta lebih penduduk Indonesia yang menjadi jangkar perdamaian, demokrasi, dan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dan Asia Pasifik, harus sejahtera.

"Presiden mengatakan sudah bukan zamannya lagi negara berkembang hanya menjadi pengekspor bahan mentah seperti di era kolonialisme," ujar Retno.

Kendati sedikit demi sedikit tidak lagi mengekspor bahan mentah, bukan berarti Indonesia menutup diri.

Artinya, kata Jokowi, Indonesia siap meningkatkan kerja sama dalam bentuk lain yang lebih setara dan saling menguntungkan.

Oleh karena itu, Indonesia menekankan pentingnya kolaborasi global yang setara dan inklusif. Jokowi pun mengajak negara-negara G7 untuk menjadi mitra pembangunan Indonesia.

"(Presiden) mengajak negara anggota G7 untuk menjadi mitra pembangunan hilirisasi industri Indonesia, dan mengusulkan dibentuk lembaga semacam OPEC bagi produk-produk lain, seperti nikel dan sawit," kata Retno.

Baca juga: Hari Ketiga di Jepang, Jokowi Akan Hadiri Program KTT G7 hingga Bertemu Kalangan Bisnis

Sebagai informasi, pemerintah Indonesia sedikit demi sedikit berencana menghentikan ekspor bahan mentah. Pada Juni 2023, pemerintah akan menghentikan ekspor bijih bauksit, setelah menyetop ekspor bijih nikel sejak tahun 2020.

Saat menyetop ekspor nikel, negara-negara Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Kendati begitu, Jokowi meminta semua pihak tidak menyerah.

Sebab, saat pemerintah menghentikan ekspor nikel, nilai ekspor Indonesia naik menjadi Rp 450 triliun dari sekitar Rp 17 triliun.

Dari nilai ekspor yang besar tersebut, pemerintah mendapat tambahan penghasilan negara seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Pemerintah pun mendapat dividen atau royalti jika menjadi pemegang saham di perusahaan tambang tersebut.

Penghasilan negara yang besar itu lantas disalurkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur desa hingga menganggarkan bantuan sosial (bansos).

Baca juga: Jokowi Serukan Penghentian Kebijakan Diskriminatif dalam KTT G7 di Hiroshima

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com