Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Aksi Mahasiswa 1998 di Era Soeharto Dihadapkan dengan Peluru Tajam...

Kompas.com - 17/05/2023, 06:06 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang pria bertubuh tegap mengajak Kompas.com berkeliling pameran foto bertajuk "25 Tahun Reformasi" yang dihelat di Graha Persatuan Nasional (Pena) 98, Jakarta Pusat, Senin (15/5/2023).

"Bahaya ini kalau tembus tubuh kita," ucap Sopiyan tiba-tiba saat menunjukkan foto sembilan selongsong peluru yang dijejer di atas meja berlatar kain merah.

Sejumlah selongsong peluru tersebut, katanya, didapat secara langsung di jalanan yang dilewati oleh massa aksi saat melakukan long march dari Semanggi menuju Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.

"Soeharto mengklaim tidak ada peluru tajam. Ini buktinya (ada peluru). Dapat dari jalan, kita kumpulin," tutur dia.

 Baca juga: Han dan Kisah-kisah Pilu Saksi Kerusuhan Jakarta Mei 1998: Saat Penjarahan hingga Pembakaran Melanda

Ia sangat bersyukur peluru itu tidak menembus tubuh serta kawan-kawan perjuangannya. Sopiyan menyebut, dengan ditembakannya senapan berisikan peluru oleh pihak keamanan saat itu, hanyalah menunjukkan bahwa pemerintah takut akan aspirasi rakyat.

"Bahwa memang Soeharto panik saat itu, meredam demo-demo kita kan pakai senjata, setiap aspirasi dijawab dengan senjata," kata Sopiyan.

Pria itu terlihat termenung sebentar. Dia lalu melanjutkan ceritanya dengan membandingkan kebebasan demokrasi yang saat ini sangat jauh berbeda dengan zaman rezim Soeharto dulu.

"Sekarang orang banyak kritik presiden tidak diapa-apain. Dulu, ngomong 'Soeharto' aja udah ditangkap. Kita harus bersyukur zaman ini," katanya berkisah.

 Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel

Melanjutkan langkahnya, Sopiyan lantas berhenti di depan potret mahasiswa yang sedang berhadapan dengan pasukan tentara.

Di foto tersebut, terlihat para tentara siap dengan senapannya yang tergantung di samping celana loreng hijaunya.

"Bayangin, kita dihadapkan dengan tentara dengan senjatanya peluru semua, belum lagi gas air mata," ucapnya mengenang masa kelam itu.

Katanya, rasa nekat tiba-tiba saja muncul di benak pria yang juga turun dalam aksi reformasi 1998 tersebut, begitu pula dengan teman-temannya.


Tak terpikir membawa senjata karena Sopiyan dan teman-temannya masih terjebak dalam kungkungan kewajiban membayar uang kuliah masing-masing.

"Kita enggak bawa senjata sama sekali, (uang) dari mana? Buat bayar SPP saja susah," katanya lirih.

Bentuk perlawanan dari para massa aksi mahasiswa saat itu, menurut penuturan Sopiyan, hanyalah batu atau gelas minuman yang mereka temukan di sepanjang jalan saat long march.

"Paling ada di sekitar lapangan ya kita lempar batu, ada gelas minuman kita lempar," lanjut dia.

Baca juga: Mei 1998, Saat Jakarta Dilanda Kerusuhan Mencekam dan Ditinggal Para Penghuninya...

Sopiyan juga mengatakan saat itu banyak korban penembakan yang meninggal dunia. Hingga kini, mahasiswa dan rakyat masih meminta pertanggungjawaban negara atas jatuhnya korban-korban tahun 1998.

Berdasarkan catatan sejarah, tercatat 1.217 orang meninggal dunia, 189 perempuan diperkosa, 32 mall, 218 toko, 155 bank, 165 ruko, 81 kantor, 4 hotel, 21 rumah, dan 2 SPBU hancur dibakar dan dijarah selama kerusuhan Mei 1998.

"Kita minta makanya pelakunya ditangkap, diadili. Masih ada kok, penculik kita, teman-teman diculik, sampai sekarang belum dikembalikan. Kalau sudah dikubur mana makamnya? Kalau sudah meninggal mana jasadnya?" tanyanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com