JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengatakan, kasus penjualan senjata api (senpi) dan amunisi oleh prajurit di Papua ada kaitannya perubahan pendekatan pemerintah di Bumi Cenderawasih.
Pada 2022, kata Fahmi, pemerintah memilih pendekatan lunak, persuasif, dan dialog sebagai upaya penyelesaian masalah Papua.
“Jika dikaitkan dengan situasi dan kondisi Papua, pertanyaan besarnya adalah apakah peningkatan (kasus penjualan senpi) itu ada kaitannya dengan perubahan pendekatan pemerintah dalam penanganan masalah Papua? Menurut saya, tentu ada kaitannya,” kata Fahmi saat dihubungi, Selasa (9/5/2023).
Baca juga: Penjualan Senpi oleh Prajurit Meningkat, Pengamat: Tanda Penegakan Hukum di TNI Belum Beri Efek Jera
Menurut Fahmi, di medan tempur, kekuatan dan mental prajurit tidak bisa dianggap sama rata. Peluang terjadinya perubahan sikap pun selalu ada.
“Entah karena intimidasi, iming-iming materi maupun alasan-alasan tertentu atau ideologis, yang pada akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan moril, penyerahan diri maupun pengkhianatan pada pihak-pihak yang berlawanan, termasuk di kalangan prajurit,” ujar Fahmi.
Fahmi mengatakan, prajurit TNI sebagaimana juga militer di negara-negara lain, didesain sebagai alat kekerasan negara atau sebagai satuan pemukul.
“Menjadi garda terdepan untuk mengatasi ancaman militer dan ancaman bersenjata terhadap kedaulatan dan keutuhan negara. Para prajurit ditempa untuk bertarung dan menaklukkan ancaman itu,” kata Fahmi.
Baca juga: Akui 9 Senjata Api TNI Dirampas oleh KKB, Pangdam Cenderawasih: Kita Berupaya Ambil Kembali
Oleh karena itu, Fahmi mengungkapkan, pendekatan lunak tersebut kurang relevan dengan TNI.
“Implementasinya (pendekatan lunak) bukanlah hal yang mudah. Perubahan kebijakan yang diiringi tuntutan perubahan sikap, memungkinkan kegagapan terjadi di lapangan,” katanya.
Alhasil, hal itu mengakibatkan munculnya pragmatisme dan oportunisme dari prajurit TNI.
“Ini juga diperparah oleh panjangnya durasi rotasi penugasan di Papua,” ujar Fahmi.
Fahmi juga mengatakan, kasus penjualan senpi oleh oknum prajurit menandakan bahwa penegakan hukum di TNI belum memberikan efek jera.
Ia menduga, ada dua kemungkinan kasus penjualan senpi oleh prajurit terus meningkat.
“Entah karena hukumannya ringan, entah karena ada 'perlindungan' dari komando atas yang bisa jadi ikut diuntungkan atau apa, ini harus didalami,” kata Fahmi.
Baca juga: Pengamanan KTT ASEAN: TNI Kerahkan 162 Alutsista, Polri Terjunkan Tim Siber
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan bahwa kasus penjualan senpi oleh oknum prajurit meningkat dari tahun ke tahun.