Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Nilai Wajar Jokowi Dianggap "Cawe-cawe" karena Pilih Kasih Undang Ketum Partai ke Istana

Kompas.com - 08/05/2023, 15:02 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat lumrah dianggap mengintervensi politik jelang pemilu karena tebang-pilih mengundang partai politik ke Istana Merdeka pada Selasa (2/5/2023) lalu.

Penggunaan fasilitas negara dalam hal ini Istana Merdeka seharusnya dipakai untuk membahas masalah kenegaraan, dan jika membahas masalah kenegaraan seharusnya Jokowi tidak tebang-pilih.

"Secara hukum tidak ada yang dilanggar, tapi secara etika beliau mesti paham sosok (perbedaan) pribadi Jokowi dan presiden," kata Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, ditemui di kantor KPU RI, Senin (8/5/2023).

Ia lantas menyoroti bagaimana Jokowi mengaku sengaja tak mengundang Partai Nasdem karena partai besutan Surya Paloh itu dianggap sudah membentuk koalisi sendiri.

Baca juga: Jokowi Dituding Tak Netral soal Pilpres 2024, PKB: Kan Masing-masing Punya Cara Dukung Pilihannya...

Padahal, meski menyongsong Pemilu 2024 bersama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) bersama PKS dan Demokrat yang merupakan partai oposisi, Nasdem belum secara resmi keluar sebagai partai koalisi pendukung pemerintahan Jokowi.

"Kalau (undangan Jokowi di Istana Merdeka sebagai) presiden, mestinya kumpulnya bahas tentang negara, Nasdem diundang saja. Kalau perlu, PKS diundang semua," kata anggota Komisi II DPR RI itu.

"Kalau mau bahas yang khusus, di tempat lain, jangan di Istana Negara," ujar Mardani melanjutkan.

Mardani juga menyoroti bagaimana Jokowi kerap menampilkan diri cawe-cawe dalam pembentukan Koalisi Besar jelang Pemilu 2024 dan menyampaikan preferensi politiknya terhadap kandidat penerusnya.

Baca juga: Bela Nasdem, Jusuf Kalla Ingatkan Jokowi Tak Banyak Ikut Campur Politik Jelang Pilpres 2024

Menurutnya, presiden seharusnya membiarkan dinamika politik berkembang dengan sendirinya dan tak menutup kemungkinan munculnya tiga sampai empat poros politik.

Sebab, jika Koalisi Besar beranggotakan banyak partai politik jadi terbentuk, maka harapan munculnya ragam poros politik tak akan terwujud. Ia juga mengamini bahwa PKS berharap ada tiga sampai empat poros politik pada pemilu mendatang.

"Kalau Koalisi Besar (terbentuk), nanti pasangan calon (presiden-wakil presidennya) cuma dua, dan itu sangat bisa ditafsirkan negara intervensi, presiden dalam hal ini," kata Mardani.

Sebelumnya, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) juga mengkritik Jokowi untuk masalah yang sama.

Ia menganggap Jokowi terlalu jauh cawe-cawe urusan elektoral, padahal masih berstatus sebagai Kepala Negara yang seharusnya bertindak independen.

"Menurut saya, presiden seharusnya seperti Ibu Mega, SBY. Itu (ketika jabatan) akan berakhir, maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis lah,” ujar JK.

Baca juga: Minta Jokowi Contoh Megawati dan SBY, Jusuf Kalla: Tak Jauh Terlibat Politik Saat Jabatan Akan Berakhir

Namun, ia mengatakan, sah-sah saja Jokowi mengundang pemimpin partai politik jika yang menjadi bahasan merupakan permasalahan bangsa dan negara.

Halaman:


Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com