JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Kuasa Hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe menghadirkan Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis dan Pengacara Otto Cornelis (OC) Kaligis sebagai ahli dalam gugatan praperadilan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diketahui, gugatan praperadilan diajukan Lukas Enembe lantaran ditetapkan sebagai tersangka pada September 2022 lalu terkait dugaan suap dan penerimaan gratifikasi.
“Berapa ahlinya,” tanya Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Hendra Utama Sutardodo dalam persidangan, Kamis (27/4/2023).
“Yang hadir dua Yang Mulia,” jawab tim kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona.
Baca juga: Hadapi Praperadilan Lukas Enembe, KPK Bawa 124 Bukti Dokumen
Dalam sidang ini, tim Kuasa Hukum Lukas Enembe juga memberikan bukti surat untuk memperkuat gugatan praperadilan mereka.
Adapun gugatan dengan nomor perkara 29/Pid.Pra/2023/PN JKT.SEL didaftarkan Lukas Enembe terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK.
Dalam petitumnya, Lukas Enembe meminta hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili gugatannya menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan yang diajukan untuk seluruhnya.
Baca juga: Lawan KPK, Kubu Lukas Enembe Bakal Hadirkan Saksi di Sidang Praperadilan
Gubernur nonaktif Papua ini meminta hakim menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 yang menetapkan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah dan tidak berdasar atas hukum.
Lukas Enembe dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Menyatakan penetapan pemohon sebagai tersangka yang dilakukan oleh termohon dengan berdasar pada Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Dik/81/DIK.00/01/09/2022, tertanggal 5 September 2022 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum,” demikian bunyi petitum tersebut.
Baca juga: KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri Terkait Kasus Korupsi Lukas Enembe
Lukas Enembe juga meminta hakim menyatakan Surat Penahanan Nomor: Sprin.Han/13/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 12 Januari 2023, Surat Perintah Perpanjangan Penahanan Nomor: Sprin.Han/13B.2023/DIK.01.03/01/01/2023 tanggal 20 Januari 2023, dan Surat Perintah Perpanjangan Penahanan dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 76/Tah.Pid.Sus/TPK/III/PN.Jkt.Pst tanggal 2 Maret 2023 yang dilaksanakan oleh KPK tidak dan tidak berdasar atas hukum.
Hakim tunggal praperadilan juga diminta menyatakan bahwa segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh lembaga antikorupsi itu yang berkaitan dengan penetapan tersangka, penahanan, penahanan lanjutan, dan penyidikan terhadap diri Lukas Enembe tidak sah.
“Memerintahkan termohon untuk mengeluarkan perintah penahanan dengan penempatan pemohon pada rumah/rumah sakit dan atau penahanan kota dengan segala akibat hukumnya,” demikian isi petitum yang diajukan Lukas Enembe.
Dalam petitumnya, hakim PN Jakarta Selatan juga diminta membuat penetapan dan memerintahkan KPK untuk mengeluarkan Gubernur nonaktif Papua itu dari tahanan.
Lukas Enembe juga meminta putusan praperadilan dapat memulihkan kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya.
Adapun Lukas ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi pada September 2022 lalu.
Ia diduga menerima suap dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka sebesar Rp 1 miliar untuk memilih perusahaan konstruksi itu sebagai pemenang lelang tiga proyek multiyears di Papua.
Selain itu, Lukas diduga menerima gratifikasi sebesar Rp 50 miliar terkait dengan jabatannya sebagai gubernur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.