Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Berkarya Anggap Lumrah Penundaan Pemilu karena Pernah Dilakukan di Era Soeharto

Kompas.com - 17/04/2023, 15:46 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Berkarya menganggap bahwa penundaan pemilu merupakan hal lumrah karena pernah terjadi di sejarah politik Indonesia.

Sebagai informasi, Partai Berkarya kini sedang melayangkan gugatan perdata kepada KPU RI atas tidak lolosnya mereka dalam pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dalam gugatan itu, partai yang mulanya dibentuk oleh Hutomo Mandala Karya alias Tommy Soeharto ini meminta ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024, dengan konsekuensi Pemilu 2024 harus ditunda.

"Kalau penundaan pemilu juga kita pikir nggak ada masalah kalau harus ditunda, karena itu pernah terjadi juga di tahun 1976 ditunda ke 1977," kata Sekretaris Jenderal Partai Berkarya, Fauzan Rachmansyah, kepada wartawan di PN Jakpus pada Senin (17/4/2023).

Baca juga: Digugat Partai Berkarya Tunda Pemilu, KPU Yakin Tak Berbuat Salah

Ketika itu, pemilu memang seharusnya digelar 1976 karena sebelumnya digelar 1971. Namun, ditundanya pemilu selama setahun tidak terlepas dari upaya politik rezim Soeharto.

Pada 1973, MPR RI menetapkan GBHN yang menegaskan perlunya pengelompokan organisasi peserta pemilu, membuat partai-partai politik yang dianggap sejenis digabungkan.

Akhirnya, partai-partai politik yang berlandaskan agama Islam difusi ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), termasuk di dalamnya adalah Nahdlatul Ulama, PERTI, Partai Syarikat Islam Indonesia, dan Partai Muslimin Indonesia.

Sementara itu, partai-partai politik berhaluan nasionalis dilebur ke Partai Demokrasi Indonesia (PDI), di dalamnya antara lain Partai Nasional Indonesia, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Kristen Indonesia dan Partai Katolik.

Baca juga: Sidang Perdana Gugatan Partai Berkarya terhadap KPU Ditunda

Lalu, ada pula Golkar yang notabene kendaraan politik Soeharto yang tetap berstatus sebagai organisasi kemasyarakatan sekaligus pemenang Pemilu 1971 sebagai pendatang baru.

Tanpa membicarakan konteks ini semua, Fauzan menganggap bahwa penundaan bisa dilakukan di masa sekarang.

Ia juga bicara mengenai pemilu yang pernah dipercepat, yaitu dari 2002 ke 1999. Padahal, saat itu ada urgensi untuk mempercepat pemilu, seiring dengan jatuhnya Orde Baru dan perlunya dilakukan reformasi struktur politik sesegera mungkin.

"Jadi itu hal biasa juga soal penundaan," lanjut Fauzan.

Ia mengeklaim, gugatan perdata Partai Berkarya ke PN Jakpus yang meminta pemilu ditunda bukan pesanan siapa-siapa, melainkan murni untuk keadilan bagi mereka seandainya gugatan mereka dikabulkan majelis hakim dan mereka ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Baca juga: PN Jakpus Gelar Sidang Perdana Partai Berkarya Lawan KPU Besok

"Kita berharap tahapan sekarang dalam penerimaan DCS (Daftar Calon Sementara anggota legislatif) disetop dulu, selesaikan dulu partai-partai yang dianggap tidak lolos ini, yang sedang melakukan gugatan di PN Jakarta Pusat dan selanjutnya," kata dia.

"Jadi, tidak ada keinginan kita kalau bicara ditunda gitu, bukan itu sebenarnya inti dari ini," ujar Fauzan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Nasdem: Anies 'Top Priority' Jadi Cagub DKI

Nasdem: Anies "Top Priority" Jadi Cagub DKI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com