Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Tegaskan Eks Terpidana yang Diancam 5 Tahun Lebih Dilarang Jadi Caleg Sebelum Bebas 5 Tahun

Kompas.com - 12/04/2023, 16:54 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menegaskan, eks terpidana yang diancam bui 5 tahun lebih tidak dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif sebelum bebas 5 tahun, tak peduli pada tahun berapa ia bebas.

Sebagai informasi, larangan ini merupakan amanat dari putusan MK nomor 87/PUU-XX/2022 dan 12/PUU-XXI/2023 yang akan dimasukkan KPU ke dalam peraturan soal pencalonan anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPD.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari beralasan, dari kacamata hukum tata negara, putusan MK berlaku sejak konstitusi ditulis, karena batu uji normanya menggunakan UUD 1945.

Baca juga: Komisi II Pertanyakan Aturan Eks Terpidana Harus Tunggu 5 Tahun Sebelum Daftar Caleg

"Uji norma yang sifatnya deklaratif atau pernyataan, ini memang dibacakannya sesuai tanggal dibacakan. Tapi sesungguhnya karena batu ujinya adalah norma di dalam konstitusi, maka orang yang masuk konstruksi apakah memenuhi syarat atau tidak, misalkan soal batas waktu 5 tahun, itu sejak konstitusi ditulis, bukan sejak putusan dibacakan," jelas Hasyim dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI, Selasa (12/4/2023).

Sebelumnya, ada aspirasi dari Komisi II DPR RI agar larangan itu tidak diberlakukan untuk eks terpidana yang sudah bebas sebelum putusan MK tersebut terbit.

Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PAN Guspardi Gaus, misalnya, menyinggung keadaan sejumlah bakal calon anggota DPD RI eks terpidana, yang disebut telah banyak mengucurkan uang buat menghimpun syarat dukungan minimum berupa KTP warga di daerah pemilihannya masing-masing.

Baca juga: Putusan PN Jakpus soal Penundaan Pemilu Dibatalkan PT DKI, Mahfud MD: Kita Harap KPU Semakin Bersemangat

Setelah proses ini berlangsung pada 16-29 Desember 2022 sebagai syarat pencalonan dari KPU, barulah MK menerbitkan putusan tersebut.

Hal ini dianggap memberatkan bakal caleg DPD itu karena perjuangan mereka menghimpun KTP dianggap jadi sia-sia.

Hasyim menegaskan bahwa mau tak mau memang bakal caleg DPD itu bakal dinyatakan tidak memenuhi syarat.

"Betul bahwa pencalonan anggota DPD sudah dilakukan sejak 16-29 Desember 2022. Sehingga, ada situasi bakal calon tertentu memenuhi syarat untuk dukungan. Namun, syarat pencalonannya jadi tidak memenuhi karena ada putusan MK itu," ujar dosen hukum tata negara Universitas Diponegoro itu.

Baca juga: Putusan Tunda Pemilu Batal, KPU: Peradilan Pemilu Kembali ke Jalur yang Benar

Hasyim menyinggung kasus Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Oddang, yang mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota DPD RI pada Pileg 2019 dan sempat dinyatakan KPU memenuhi syarat sebagai Daftar Calon Sementara (DCS).

"Di tengah masa antara DCS dan DCT (Daftar Calon Tetap), muncul putusan MK bahwa pengurus partai politik dilarang mencalonkan diri sebagai calon DPD," kata dia.

"Bahkan walaupun sudah memenuhi syarat DCS, yang bersangkutan tetap kami nyatakan tidak memenuhi syarat masuk DCT karena putusan MK sudah ada sejak konstitusi ditulis, bukan sejak putusan MK dibacakan," pungkas Hasyim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Saat Revisi UU Kementerian Negara Akan Jadi Acuan Prabowo Susun Kabinet, Pembahasannya Disebut Kebetulan...

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Laporkan Dewas KPK Ke Bareskrim Polri Atas Dugaan Pencemaran Nama Baik

Nasional
Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Marinir Ungkap Alasan Tak Bawa Jenazah Lettu Eko untuk Diotopsi

Nasional
MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

MK: Tak Ada Keberatan Anwar Usman Adili Sengketa Pileg yang Libatkan Saksi Ahlinya di PTUN

Nasional
Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Kemenag Sayangkan 47,5 Persen Penerbangan Haji Garuda Alami Keterlambatan

Nasional
Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com