Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Johan Budi Ingatkan Mahfud: Pak Jokowi Tak Suka Menteri Debat di Luar, Langsung Di-reshuffle

Kompas.com - 29/03/2023, 20:30 WIB
Ardito Ramadhan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Johan Budi mengingatkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD agar tidak berdebat di ruang publik.

Sebab, menurut Johan, Presiden Joko Widodo tidak segan-segan mencopot menterinya yang sibuk berdebat di hadapan publik.

"Saya pernah menjadi juru bicara Pak Jokowi, Pak Jokowi itu paling enggak suka sama menteri yang berdebat di luar Pak, langsung di-reshuffle sama dia," kata Johan dalam rapat Komisi III DPR dengan Komite TPPU, Rabu (29/3/2023).

Politikus PDI-P itu pun mengingatkan bahwa tidak ada jabatan yang diemban selamanya, baik itu oleh anggota DPR maupun seorang menteri.

Baca juga: Pertanyakan Motif Mahfud Ungkap Rp 349 T, Politisi PDI-P: Apa Lagi Menari di Panggung Supaya Dilamar?

Sebab, kata dia, semua pejabat pasti memiliki sisi gelap yang mungkin tidak akan diusik oleh orang lain saat pejabat tersebut masih berkuasa.

"Menjadi anggota DPR cuma 5 tahun, itu pun kalau enggak di-PAW, jadi Menko Polhukam juga begitu Pak Mahfud, belum tentu 5 tahun lho. Kalau di-reshuffle? Apalagi ada rame-rame begini," kata Johan.

Kendati demikian, Johan tetap mengharapkan agar Mahfud tetap dipertahankan sebagai Menko Polhukam karena menurutnnya Mahfud adalah seseorang yang lurus dan berani.

"Tentu saya berdoa dan saya mengagumi Pak Mahfud, Pak Mahfud tidak di-reshuffle gara-gara ini, amin, karena saya mengenal betul Pak Mahfud ini orangnya lurus, sangat berani," ujar mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.

Baca juga: Mahfud ke DPR: Tolong RUU Perampasan Aset Didukung

Seperti diketahui, pernyataan Mahfud yang mengungkapkan adanya dugaan transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan menimbulkan kehebohan.

Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menilai, temuan PPATK yang diumbar oleh Mahfud itu sensitif karena jumlahnya besar dan melibatkan pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai.

"Jumlah itu, itu suatu masalah yang sensitif, apalagi dikaitkan dengan pejabat pajak dan pejabat keuangan," kata Yunus dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (29/3/2023).

Sebenarnya, kata Yunus, tak ada salahnya PPATK menyerahkan laporan dugaan transaksi janggal tersebut ke Mahfud MD.

 

Baca juga: Mahfud Duga Sri Mulyani Dikelabui Bawahan, Cuci Uang Impor Emas di Cukai Tak Tersentuh

Bisa jadi, ini berkaitan dengan peran Mahfud sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Namun, lain soal jika laporan itu diumbar ke publik. Menurut Yunus, sebagai Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Mahfud harus mendapat persetujuan dari timnya untuk membuka laporan tersebut.

Yunus mengingatkan para pejabat terkait berhati-hati terkait ini. Jangan sampai, pihak yang diduga terlibat transaksi janggal juga diumbar ke publik.

Apalagi, dalam hal dugaan transaksi janggal di lingkungan Kemenkeu, nominal yang disebutkan terbilang fantastis mencapai Rp 349 triliun.

Baca juga: Mahfud Ungkap Dugaan Pencucian Uang di Bea Cukai Soal Impor Emas Rp 189 Triliun

Yunus khawatir, jumlah tersebut ternyata merupakan hasil akumulasi ganda lantaran disebut-sebut mencakup transaksi debit-kredit pegawai Kemenkeu selama 14 tahun terhitung sejak 2009 hingga 2023.

"Dugaan saya, kalau Menteri Keuangan bilang ada debit dan kredit juga dihitung, kemungkinan terjadinya double counting dalam jumlah angka yang besar itu ada sekali," kata Yunus.

"Jadi kalau ditanya salah apa enggak (Mahfud mengumbar laporan PPATK), saya lihat ada dasarnya. Cuma jangan menyebut angka yang fantastis yang diakumulatifkan selama 14 tahun, dan menyebut orang bea cukai sama pajak," tutur Kepala PPATK masa jabatan 2002-2011 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com