Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Dari Kasus Haris-Fatia, Undang-Undang Belum Lindungi Para Pembela HAM

Kompas.com - 24/03/2023, 22:57 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty menyoroti belum ada regulasi yang melindungi kerja-kerja pembela hak asasi manusia (HAM).

Hal itu terlihat dari apa yang dialami oleh Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti dan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar.

"Diskusi hari ini ngomongin soal perlindungan pembela HAM, kita berangkat dari apa yang dialami Kontras sendiri adanya kriminalisasi, intimidasi dari hukum ketika kita menyuarakan kasus pelanggaran HAM," ujar Pretty saat ditemui di Kantor Kontras, Jumat (24/3/2023).

"Jadi memang pembela HAM ini masih mendapatkan intimidasi. Masalahnya yang paling pertama adalah karena kita tak punya UU yang melindungi pembela HAM," sambung dia.

Baca juga: Komnas Perempuan Nilai Kriminalisasi Haris Azhar dan Fatia Menggangu Upaya Penegakan HAM

Masalah lainnya, selain tak memiliki perlindungan secara hukum, aparat penegak hukum juga tak memiliki pengetahuan terkait pembela HAM.

Dia menilai banyak aparat yang tetap memproses hukum para pembela HAM karena kerja-kerja pembelaan HAM.

"Kedua, APH tidak cukup pengetahuan ketika kasus masuk ke mereka untuk menghentikan itu karena berkaitan dengan kerja-kerja orang itu sebagai pembela HAM," kata dia.

Baca juga: Komnas HAM Siap Jadi Amicus Curiae untuk Haris Azhar dan Fatia

Selain itu, kata Pretty, para pelanggar HAM seringkali membuat narasi yang memojokkan pembela HAM.

Membuat stigma dan penilaian yang salah di tengah-tengah masyarakat, seperti melabeli pembela HAM sebagai antek asing dan bagian dari gerakan separatis.

"Masih ada stigma di antara masyarakat umum, di APH juga ketika kalau membela HAM berarti ini antek asing, atau jual rahasia negara keluar negeri. Atau kalau kasus Papua langsung bilang bahwa ini orang makar," ucap dia.

Sebagai informasi, Polda Metro Jaya telah menetapkan Haris dan Fatia sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik Luhut sejak 19 Maret 2022.

Baca juga: Terlibat Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut, Aktivis Haris Azhar dan Fatia Tidak Ditahan

Keduanya kemudian dipanggil untuk menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka pada 1 November 2022, nyaris 7 bulan sejak pemeriksaan perdana mereka sebagai tersangka.

Perkara ini berawal dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal YouTube Haris Azhar.

Dalam video tersebut, keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.

Dalam laporan YLBHI dkk, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tersebut, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).

Halaman:


Terkini Lainnya

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Akan Mundur dari PBB, Yusril Disebut Bakal Terlibat Pemerintahan Prabowo

Nasional
Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Yusril Bakal Mundur dari Ketum PBB demi Regenerasi

Nasional
Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Hendak Mundur dari Ketum PBB, Yusril Disebut Ingin Ada di Luar Partai

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

[POPULER NASIONAL] Anies Dikritik karena Ingin Rehat | Revisi UU Kementerian Negara Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com