JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang majikan yang tidak mengizinkan pekerjanya untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum ternyata bisa dijerat pidana.
Ancaman pidana itu tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Menurut Pasal 498 UU Nomor 7/2017, seorang majikan atau atasan yang tidak mengizinkan anak buah atau bawahannya bisa dipenjara serta didenda.
Bunyi Pasal 498 adalah, “Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000."
Baca juga: PPP Masih Berharap Sandiaga Uno Bergabung untuk Menghadapi Pemilu 2024
Selain itu, dalam UU Pemilu juga disebutkan larangan bagi setiap orang buat menghilangkan hak pilih orang lain.
Hal itu diatur dalam Pasal 510 UU Pemilu yang berbunyi, “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000,00.”
Lembaga yang diberi wewenang untuk mengadili tindak pidana pemilu adalah Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Hal itu tercantum dalam Pasal 2 huruf b Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 1 tahun 2018.
Sedangkan laporan dugaan tindak pidana Pemilu diterima oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan/atau Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kecamatan.
Setelah diterima oleh Bawaslu dan perangkatnya, laporan dugaan tindak pidana Pemilu itu diteruskan kepada Polri paling lama 1x24 jam sejak laporan dibuat.
Baca juga: Hasto Bantah Hashim yang Sebut Program Prabowo dan Jokowi Sama: Jelang Pemilu, Klaim Biasa Dilakukan
Jika bukti-bukti lengkap, maka kasus tindak pidana Pemilu itu diserahkan kepada jaksa penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di Pengadilan Negeri. Jika terdakwa tidak menerima vonis, dia bisa melakukan banding hingga Pengadilan Tinggi.
Nantinya Pengadilan Tinggi menjadi lembaga terakhir yang memutus banding dan mengikat serta tidak bisa dilakukan upaya hukum lain.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.