JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada 2015 diadili majelis hakim koneksitas atau hakim sipil dan militer.
Hal itu dilakukan lantaran terdakwa kasus ini terdiri dari pihak sipil dan militer. Selain majelis hakim, ada juga penuntut umum dari Kejaksaan Agung RI dan oditur sebagai penuntut umum dari pihak militer.
Baca juga: Sidang Perdana Kasus Dugaan Korupsi Satelit di Kemenhan Digelar Hari Ini
Terdapat empat terdakwa dalam kasus ini. Mereka adalah Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan periode Desember 2013 hingga Agustus 2016 Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma Arifin Wiguna, dan Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma Surya Cipta Witoelar.
Kemudian, ada satu terdakwa yang merupakan warga negara Amerika Serikat bernama Thomas Van Der Heyden.
“Jadi sebelumnya, Pak Laksamana Muda Purnawirawan Agus Purwoto mungkin jadi pertanyaan bagi saudara mungkin, tapi mungkin sudah dijelaskan oleh penasihat hukumnya ‘seharusnya saya disidangkan di pengadilan militer?’, kalau ada pertanyaan seperti itu, ini perkaranya adalah perkara koneksitas berdasarkan Pasal 89 KUHP dan seterusnya,” ujar ketua majelis hakim Fahzal Henri dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).
Hakim Fahzal Henri menjelaskan, suatu kasus yang nilai kerugiannya lebih besar bagi masyarakat luas, maka perkaranya diperiksa di pengadilan umum.
Hal yang sama juga berlaku pada militer. Jika suatu perkara lebih besar merugikan Tentara Nasional Indonesia (TNI), maka akan diadili di peradilan militer.
Selain itu, kata Fahzal, tim penasihat hukum dalam kasus ini juga terdiri dari pihak militer dan pihak sipil.
“Begitu Pak, kalau ada pertanyaan seumpama seperti itu ya, kalau kerugian lebih besar di TNI maka disidangkan di pengadilan militer, demikian ya,” jelas hakim Fahzal.
“Saya sudah paham, Yang Mulia,” timpal Agus Purwoto.
“Paham, sudah paham, saya tidak perlu menjelaskan lebih lanjut,” lanjut hakim Fahzal.
Baca juga: Kejagung Tahan 4 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Satelit Kemenhan di Rutan Salemba
Empat terdakwa dalam kasus ini diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis dari Avanti dengan dalih bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.
Namun demikian, ternyata satelit Artemis yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1. Tindakan secara melawan hukum dan melanggar peraturan perundang-undangan yang dilakukan para terdakwa itu mengakibatkan kerugian negara.
Perkiraan kerugian negara dari kasus ini berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022, kurang lebih Rp 453.094.059.540,68.
Perbuatan para terdakwa diduga telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.