JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Rahmat Bagja, menegaskan bahwa lembaga-lembaga penyelenggara pemilu anti terhadap politisasi identitas, khususnya politisasi SARA.
Bagja mengeklaim bahwa lembaganya siap berhadapan dengan pihak-pihak yang mengeksploitasi identitas sebagai senjata politik jelang Pemilu 2024.
"Jika ada yang menggunakan itu, maka (dia) akan berhadapan langsung dengan Badan Pengawas Pemilu," kata dia kepada wartawan di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (17/2/2023).
Baca juga: Ichsan Fuady Dilantik Jadi Sekjen Bawaslu RI
"Apa yang akan terjadi dengan kerukunan kita ke depan kalau banyak orang yang melakukan kampanye melalui politisasi identitas, politisasi SARA, dan politisasi lain-lain," ia melanjutkan.
Bagja mengaku bahwa lembaganya siap melayangkan sanksi bagi pihak-pihak yang mempolitisasi SARA.
"Kami akan berikan sanksi. Pertama, tentu teguran kepada yang bersangkutan, kami harapkan tidak melakukan hal tersebut kembali," ungkapnya.
Bagja menambahkan, politisasi identitas adalah permasalahan besar Pemilu 2019 yang lalu.
Baca juga: Bawaslu Ungkap Kerawanan Coklit, Orang Meninggal Disebut Masih Bisa Terdaftar jadi Pemilih
Sosialisasi hingga kampanye di tempat ibadah juga dianggap sebagai bagian dari upaya politisasi identitas ini dan merupakan persoalan yang tak kalah serius.
"Jangan sampai nanti pada saat kampanye kita akan lihat tempat ibadah A capresnya A, tempat ibadah B capresnya B," kata dia.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari juga menegaskan bahwa secara legal-formal, politisasi identitas khususnya SARA sudah dilarang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Di UU Pemilu kan sudah jelas. Menggunakan instrumen SARA kalau dalam bahasa undang-undang atau (bisa disebut) politik identitas sebagai sarana atau alat untuk mensosialisasikan diri atau mengampanyekan diri itu kan dilarang undang-undang," jelas Hasyim.
Baca juga: Jawab Amien Rais, KPU Tegaskan Pengawasan Penghitungan Suara Ranah Bawaslu
"Kalau ada seperti ini, saya rasa teman-teman Bawaslu bisa memberikan teguran atau peringatan melalui surat peringatan bahwa yang begitu enggak boleh atau dilarang undang-undang," lanjutnya.
Sebelumnya, isu ini kembali menguat setelah salah satu partai pendatang baru di Pemilu 2024, Partai Ummat, justru dengan lantang memproklamirkan diri sebagai partai politik pengusung politik identitas.
Dalam Rapat Kerja Nasional pada Selasa (14/2/2023), Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi juga menyampaikan bahwa partainya hendak menggunakan masjid untuk kepentingan "politik gagasan", bukan "politik provokasi".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.