Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pandangan PDI-P di Sidang MK, Sistem Proporsional Terbuka Sulitkan Pemilih yang Berwawasan Minim

Kompas.com - 26/01/2023, 13:04 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pleno perkara nomor 114/PUU-XX/2022 terkait uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka, Kamis (26/1/2023), dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU.

Di tengah pembacaan pandangan DPR yang diwakili oleh anggota Komisi III Supriansa, kader Partai Golkar itu mempersilakan anggota Komisi III lainnya dari fraksi PDI-P Arteria Dahlan untuk menyampaikan pandangan fraksinya di muka sidang.

Hal ini dikarenakan PDI-P menjadi satu-satunya partai politik parlemen yang menyetujui sistem proporsional tertutup, vis a vis dengan 8 partai politik parlemen lainnya yang menolak.

Dalam pandangan fraksi PDI-P, Arteria menyampaikan, sistem proporsional terbuka sebagaimana sudah diterapkan Indonesia di Era Reformasi tidak cocok untuk pemilih yang berwawasan minim.

Baca juga: Sidang MK, DPR: Sistem Proporsional Tertutup Bikin Perpecahan Parpol karena Rebutan Izin Ketum

"Sejak penerapan sistem proporsional terbuka, ternyata dalam praktiknya timbul berbagai dinamika yang tidak diharapkan," kata Arteria di muka sidang.

"Sebagai contoh, fraksi PDI-P menyampaikan berbagai temuan, diperlukan waktu dan tenaga SDM yang lebih untuk melakukan rangkaian proses administrasi, pencetakan surat suara masing-masing daerah, kesulitan pemilih khususnya bagi pemilih yang tidak cukup memadai pengetahuan politiknya," lanjutnya.

Ia juga mengungkit soal meningkatnya durasi waktu dan beban kerja bagi petugas penyelenggara dan pengawas pemilu di lapangan karena banyaknya pilihan nama caleg yang harus dicermati di surat suara.

Baca juga: Memajukan Demokrasi dan Konsistensi Sistem Proporsional Terbuka

Menurut partai penguasa kursi terbanyak di Senayan itu, sistem proporsional terbuka membuat kebutuhan SDM jadi sangat gemuk, begitu pula kebutuhan-kebutuhan lain akan sarana dan prasarana, termasuk alat peraga kampanye, yang diklaim berimplikasi terhadap meningkatnya biaya pemilu.

Semua hal yang disebut terjadi akibat penerapan sistem proporsional terbuka ini dianggap menjadi beban negara.

"Tidak hanya menjadi beban negara saja, namun juga menjadi beban parpol maupun para caleg, hal tersebut menjadi bibit lahirnya koruptif para wakil rakyat," kata Arteria.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com