JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengatakan, mengubah masa jabatan kepala desa (kades) bukan merupakan perkara sulit.
Menurutnya, penambahan masa jabatan menjadi sembilan tahun tidak akan memengaruhi total masa jabatan secara keseluruhan.
"Sama-sama (total selama) 18 tahun. Hanya bedanya, kalau ditambah (masa jabatan) menjadi sembilan tahun berarti hanya dua periode, yang sebelumnya bisa sampai tiga periode," ujar Abdul Halim dilansir dari siaran pers di laman resmi Kemendes PDTT, Senin (23/1/2023).
Saat ini, aturan mengenai lamanya masa jabatan kades tercantum dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Baca juga: Kades Minta Masa Jabatan Diperpanjang, Pakar Singgung soal Wacana Presiden 3 Periode
Dalam UU tersebut dijelaskan masa jabatan kades adalah selama enam tahun.
Kemudian, Kades boleh maju kembali untuk dua periode berikutnya sehingga maksimal bisa menjabat selama 18 tahun.
Abdul Halim mengatakan, ia bersyukur gagasan penambahan masa jabatan kades ini mendapat dukungan dari banyak pihak.
Oleh sebab itu, ia berharap revisi terhadap UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa segera ditindaklanjuti dan dibahas dalam agenda program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2023.
Menteri yang akrab disapa Gus Halim ini mengatakan, penambahan masa jabatan kades ini sebenarnya sudah ia sampaikan sejak Mei 2022 lalu saat bertemu dengan para pakar di Universitas Gajah Mada (UGM).
Baca juga: Ini Alasan Ribuan Kades Demo Tuntut Masa Jabatan dari 6 Tahun Jadi 9 Tahun
"Tepatnya sekitar bulan Mei tahun lalu (2022), saya sudah menyampaikan pemikiran itu di depan para pakar ilmu. Jadi usulan ini juga dikaji secara akademis sehingga sesuai antara kebutuhan dan tindakan yang diambil," katanya.
"Oleh karena itu, periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi kepala desa namun menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan ketegangan pasca pemilihan kepala desa (pilkades)," ujar Abdul Halim lagi.
Abdul Halim mengungkapkan, ia sebelumnya menemukan fakta bahwa konflik polarisasi pasca pilkades nyaris terjadi di seluruh desa.
Konflik tersebut d ibeberapa daerah terus berlarut-larut hingga berdampak pembangunan desa tersendat dan beragam aktivitas di desa juga terbengkalai.
“Artinya apa yang dirasakan kepala desa sudah saya rasakan bahkan sebelum saya jadi Ketua DPRD. Saya mengikuti tahapan politik di pilkades. Saya mencermati bagaimana kampanye yang waktu itu,” katanya.
Baca juga: Jokowi Diminta Copot Menteri PDTT Abdul Halim Iskandar Buntut Gaduh Wacana Masa Jabatan Kades
Oleh karenanya, Abdul Halim menyimpulkan bahwa ketegangan konflik pasca-pilkades akan lebih mudah diredam jika waktunya ditambah. Dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan, serta berdasar kajian dengan para pakar.