JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) Edwin Partogi menilai, tuntutan terdakwa kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E menjadi preseden buruk terhadap status justice collaborator (JC).
Tuntutan Richard yang lebih berat dari tiga pelaku lainnya, akan menimbulkan tanda tanya kepada para pelaku kejahatan yang hendak bekerja sama mengungkap kasus dengan status justice collaborator.
"Itu yang kami khawatirkan, apabila dalam Undang-Undang (Perlindungan Saksi Korban) yang sudah disebutkan (keringanan seorang JC) itu tidak dirujuk (dalam tuntutan) sehingga kemudian orang akan berpikir dua kali sejauh mana menjadi JC berdampak pada pemidanaannya," ujar Edwin saat dihubungi melalui telepon, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Keluarga Brigadir J Kecewa Bharada E Dituntut Lebih Lama dari Putri Chandrawathi
Edwin mengatakan, dirinya sudah menyampaikan berulang kali bahwa seorang justice collaborator seharusnya mendapatkan penghargaan atas kesaksiannya yang membuat peristiwa pidana lebih jelas.
Itulah sebabnya, Edwin sangat menyayangkan apa yang menjadi keputusan JPU menuntut Richard Eliezer 12 tahun penjara.
Meskipun tuntutan merupakan kewenangan penuh dari JPU, Edwin menyayangkan JPU tidak merujuk pada Undang-Undang Perlidungan Saksi Korban untuk meringankan tuntutannya ke Richard Eliezer.
"Jadi itulah pentingnya kita semua merujuk pada UU yang terkait ya. Nah kalau bicara kewenangan tentu soal tuntutan kewenangan penuh dari jaksa tapi dalam perkara itu jaksa jangan lupa bahwa ada aturan bagi reward JC itu yang sudah diatur dalam UU 31 tahun 2014," tutur Edwin.
Dalam perkara ini, Bharada E dinilai Jaksa terbukti dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain sebagaimana dakwaan Pasal 340 KUHP.
Pasal 340 berbunyi, “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”.
Baca juga: Gelombang Kekecewaan atas Tuntutan Ferdy Sambo hingga Richard Eliezer
Dalam surat tuntutan 12 tahun penjara itu, Bharada E disebutkan menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang saat itu masih menjabat sebagai Kadiv Propam Polri.
Peristiwa pembunuhan disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Hingga akhirnya, Brigadir J tewas dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.
Baca juga: Nasib Richard Eliezer Jadi Justice Collaborator tapi Dituntut Lebih Berat dari Putri, Kuat dan Ricky
Atas tuntutan 12 tahun penjara dari Jaksa, kubu Bharada E bakal menyampaikan pleidoi atau nota pembelaan pada sidang selanjutnya.
Sementara itu, tiga terdakwa lainnya yaitu Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut lebih ringan delapan tahun penjara. Sedangkan Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.