JAKARTA, KOMPAS.com - Ijtima Ulama Nusantara yang digelar Dewan Syuro DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada pekan lalu, mengeluarkan rekomendasi agar kiai dan bu nyai menjadi juru kampanye (jurkam) untuk Pilpres 2024.
Kiai dan bu nyai itu bakal melakukan sosialisasi dan komunikasi-komunikasi publik yang bertujuan untuk mendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung PKB.
Hasil rekomendasi Ijtima Ulama Nusantara juga mendukung Cak Imin, panggilan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, sebagai capres maupun cawapres pada Pemilu 2024.
Baca juga: Kiai dan Bu Nyai Jadi Juru Kampanye PKB, PBNU: Silakan Saja, asal Tak Bawa Nama NU
Bahkan, ijtima ulama ini juga merekomendasikan nama capres dan cawapres sudah ada paling lambat pada bulan Maret atau sebelum bulan Ramadhan.
Tujuan utamanya agar para kiai dan bu nyai yang menjadi juru kampanye bisa berkampanye pada beberapa kesempatan di bulan puasa, mengingat di bulan suci banyak acara-acara keagamaan.
"Menurut pandangan kiai semakin cepat pasangan presiden dan wapres (ditentukan), dan para kiai akan menjadi jurkam. Nanti puasa Ramadhan ada kegiatan event keagamaan, itu sudah bisa kampanye," ucap Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid saat ditemui di Hotel Millenium, Jakarta Pusat, Sabtu (14/1/2023).
Menanggapi hasil ijtima ulama tersebut, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memperingatkan agar tidak membawa nama dan atribut organisasi saat melakukan kampanye politik.
Ketua PBNU Fahrur Rozi memperbolehkan jika kiai dan bu nyai atau pihak terkait lainnya melakukan kampanye, mengingat setiap orang punya hak untuk bebas berbicara dan mendukung capres atau cawapres. Namun, jangan membawa nama Nahdlatul Ulama (NU).
Baca juga: PKB: Ulama Komitmen Jadi Juru Kampanye Cak Imin, Kiai dan Bu Nyai Turun Door to Door
"Setiap orang termasuk kiai punya hak politik dan kebebasan berbicara yang harus dihormati. Tentu saja dia boleh berkampanye untuk siapa pun, asal tidak membawa nama dan atribut organisasi NU," kata Fahrur saat dihubungi Kompas.com, Rabu (18/1/2023).
"Sementara pesantren adalah lembaga yang sepenuhnya dalam kekuasaan para kiai dan bu nyai," imbuh dia.
Fahrur juga menyatakan, akan memberikan sanksi jika ada pihak-pihak terkait yang masih nekat memakai nama NU untuk mendapat simpati nahdliyin (warga NU) sehingga memilih capres dan cawapres tertentu.
"Jika ada yang melakukan hal demikian, maka dia akan diberi teguran dan sanksi oleh PBNU karena itu adalah pelanggaran disiplin organisasi," ucap Fahrur.
Dia mengatakan, peringatan ini disampaikan lantaran NU tidak pernah terikat dengan partai politik dan calon presiden mana pun sejak awal.
"NU tidak boleh dipakai untuk mendukung capres atau partai," jelas dia.
Baca juga: Saat Ulama, Kiai hingga Bu Nyai Diminta Turun Gunung Demi Kampanye Cak Imin
Lebih lanjut, ia meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) untuk membuat batasan tentang apa saja yang dikategorikan sebagai lembaga keagamaan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.