Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahan Hakim Agung Harus Izin Presiden, Ahli Pidana: Itu Problem yang Belum Terpecahkan

Kompas.com - 05/01/2023, 18:19 WIB
Irfan Kamil,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli Pidana dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan menilai, adanya izin Presiden RI dan perintah Jaksa Agung untuk dapat menahan seorang hakim agung merupakan problem yang belum terpecahkan.

Hal itu disampaikan Arif saat dihadirkan Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ahli pidana dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan oleh Hakim Agung nonaktif MA, Gazalba Saleh.

Pernyataan itu disampaikan Arif menjawab pertanyaan Ketua Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto perihal hubungan antar lembaga terkait penanganan sebuah perkara.

Sebab, KPK memiliki Undang-Undang sendiri yang independen dan dalam pelaksanaan tugas serta kewenangannya tidak terikat pada ketentuan administrasi.

Baca juga: 2 Hakim Agung Jadi Tersangka KPK, MA Rotasi 17 Personel buat Putus Rantai Suap

“Bagaimana ahli memandang berkenaan dengan independensi KPK dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan, hubungannya dengan presiden dan aparat penegak hukum yang lain?” tanya Iskandar dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).

Mendengar pertanyaan tersebut, Arif mengaku tidak bisa memberikan pandangannya perihal ketentuan mana yang seharusnya digunakan dalam penanganan perkara terhadap seorang hakim agung.

Sebab, ia adalah ahli hukum acara pidana bukan ahli hukum administrasi pidana.

“Karena muaranya kami akan mempertanyakan ini, di dalil permohonan para pemohon, mereka memuat permohonan berkenaan dengan hubungan antar lembaga dalam konteks terkait dengan penahanan,” kata Iskandar.

Baca juga: Ketua MA Minta Maaf 2 Hakim Agung Diduga Jual Belikan Perkara

Iskandar menjabarkan, dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota MA dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden.

Namun, ketentuan itu hanya dikecuali dalam hal tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.

“Dalam konteks perkara ini, ketika KPK akan melakukan penangkapan dikaitkan dengan perintah jaksa agung seperti apa?” tanya Iskandar.

Atas pertanyaan itu, Arif menekankan bahwa Pasal 17 Undang-Undang Mahkamah Agung ada dan berlaku sejak taun 1985.

Baca juga: Dua Hakim Agung Tersangka Korupsi, Pakar Nilai Ketua MA Seolah Tak Kerja

Akan tetapi, dalam penyusunan Undang-Undang KPK tidak ada pembahasan spesifik bagaimana penanganan terhadap seorang hakim agung.

Di sisi lain, UU KPK hadir dengan kewenangan secara spesifik luar biasa perannya bahkan bisa mengambilalih perkara dari Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

“Sehingga menjadi problem ketika ini posisi Jaksa Agung berkaitan dengan KPK bagaimana? KPK saja bisa mengambilalih perkara yang ditangani Kejaksaan Agung kok? Tapi menahan saja masa butuh perintah Jaksa Agung?” papar Arif.

“Ketika muncul Undang-Undang KPK itu terlewatkan untuk dibahas (penanganan terhadap Hakim Agung) dan ketika Undang-Undang KPK dibahas lagi tahun 2019 lagi itu pun tidak dibahas lagi,” ujarnya.

Oleh sebab itu, Arif menyatakan tidak bisa memberikan pandangannya berkenaan dengan mana prosedur yang harusnya diikuti apakah UU KPK atau UU MA.

“Karena ahli harus menjawab secara objektif tapi kalau ditanya masih (UU MA) berlaku, masih, itu lah problemnya yang belum terpecahkan,” ujar ahli pidana UII itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com