Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar Kritik Perppu Cipta Kerja: Harusnya untuk Kegentingan Memaksa, bukan Memaksakan Kegentingan

Kompas.com - 03/01/2023, 16:53 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Bivitri Susanti menyatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja seharusnya dilakukan pemerintah jika benar-benar terjadi situasi kegentingan yang memaksa dan krisis.

Sedangkan menurut Bivitri saat ini situasi kegentingan yang diklaim pemerintah sehingga menerbitkan Perppu tidak terjadi.

"Perppu itu dibuat untuk kegentingan memaksa, bukan memaksakan kegentingan," ujarnya. Kegentingan memaksa ini tidak ada," kata Bivitri di dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, seperti dikutip pada Selasa (3/1/2023).

Baca juga: Mahfud: Kalau Saya Tak Jadi Menteri Juga Akan Kritik Perppu Cipta Kerja

Bivitri juga menilai penerbitan Perppu Cipta Kerja adalah cara pemerintah mengakali hukum tata negara. Dia menjelaskan, wilayah hukum Perppu berbeda dari undang-undang (UU) biasa meski materi muatannya sama.

"Menurut saya ini akal-akalan pada hukum tata negara Indonesia, karena bentuknya Perppu aja harus kita kritik betul," ujar pengajar di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera itu.

Menurut Bivitri, ketentuan penerbitan Perppu yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa di dalam Pasal 22 UUD 1945 ialah dalam konteks situasi darurat dan sangat mendesak.

Maka dari itu, Bivitri menilai penerbitan Perppu seharusnya baru dilakukan ketika negara benar-benar berada dalam situasi yang sangat genting dan memaksa pemerintah mengambil tindakan dengan segera.

Baca juga: Penjelasan Lengkap Mahfud MD soal Alasan Jokowi Terbitkan Perppu Ciptaker meski Tuai Kontroversi

"Misalnya kalau Perppu-nya tidak keluar hari ini maka Indonesia akan bangkrut atau musnah," ujar Bivitri.

Bivitri juga menyoroti pembahasan Perppu Cipta Kerja yang dilakukan menjelang pergantian tahun tanpa pengawasan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun masyarakat.

"Karena pemerintah keluarkan dulu sendiri, langsung berlaku, nanti waktu DPR sidang pada masa sidang berikutnya baru dibahas. Artinya pembahasannya tertutup, tidak ada pembahasan di Senayan," ucap Bivitri.

"Bahkan, kenapa saya bilang akal-akalan, dikeluarkannya pada hari kerja terakhir sebelum tahun baru, di saat semua orang tidak ada yang tahu, mood-nya mood tahun baruan, tiba-tiba keluar," lanjut Bivitri.

Baca juga: Soal Penerbitan Perppu Ciptaker, Gerindra Belum Ambil Sikap Resmi

Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perppu Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.

Saat itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut penerbitan Perppu Cipta Kerja dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik yang terkait ekonomi maupun geopolitik.

“Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi,” ujar Airlangga, Jumat (30/12/2022) dikutip dari laman Sekretariat Presiden.

Baca juga: DPR Bakal Pelajari Perppu Ciptaker, Bahas Bersama Semua Fraksi Usai Reses

Ketua Umum Partai Golkar itu juga mengatakan, di sisi geopolitik, peperangan antara Ukraina-Rusia serta konflik bersenjata di tempat lain yang belum selesai bisa berdampak buruk terhadap situasi dunia.

“Dan pemerintah menghadapi, tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim,” ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com