Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diminta Tuntaskan Pengusutan Pelanggaran HAM Berat, Ini Respons Kejagung

Kompas.com - 11/12/2022, 15:15 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia merespons rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait kasus pelanggaran HAM berat.

Adapun salah satu rekomendasi tersebut meminta pemerintah untuk memperkuat dukungan penyelesaian pelanggaran HAM berat.

Kepala Pusat Penegakan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, Kejagung selaku lembaga penegak hukum memiliki independensi dalam hal penegakan hukum dengan memperhatikan keadilan hukum, manfaat, dan kepastian hukum di masyarakat.

“Tanpa harus mempertimbangkan rokemendasi atau kepentingan pihak lain di luar kepentingan penegakan hukum,” imbuh Ketut dalam keterangannya, Minggu (11/12/2022).

Baca juga: Komnas HAM Diminta Intervensi Tim PPHAM agar Pelanggaran HAM Berat Tak Diputihkan

Ketut juga menyebut Kejaksaan Agung membuka diri dan telah menerima audiensi dengan komisioner yang baru untuk melakukan koordinasi dan komunikasi yang efektif tanpa harus disampaikan ke publik maupun di media, sebelum putusan terkait kasus HAM berat diambil bersama.

Ia juga mencontohkan, kasus penyelesaian pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua.

Menurut Ketut, penanganan perkara Pinai hasil penyelidikan dari Komnas HAM belum sempurna, sehingga Kejaksaan Agung berupaya dengan melakukan penyidikan umum yang merupakan suatu terobosan dalam penanganan perkara HAM.

Ia juga mengatakan, pihak jaksa penuntut umum (JPU) masih memiliki masih waktu menentukan sikap sambil mempelajari Putusan Pengadilan HAM.

Baca juga: Komnas HAM Keluarkan Rekomendasi agar Pemerintah Perkuat Dukungan Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Sebagai informasi, terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai telah divonis bebas.

“Sehingga keputusan dan pertimbangan yang diambil tidak buru-buru, profesional dan dapat dipertanggung jawabkan, tidak ada kaitanya dengan desakan atau tekanan dari pihak manapun,” kata Ketut.

Selain itu, ia menambahkan penanganan perkara HAM berat bukan hal yang mudah.

Apalagi, jika kasusnya sudah lama, kemudian alat bukti dan saksinya sudah berpindah atau tidak ada, atau ada kesulitan saat membangun konstruksi hukum secara yuridis.

Baca juga: Bersurat ke PBB, Keluarga Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai Desak Ada Intervensi Kemanusian

“Namun demikian dalam waktu dekat akan kami pertimbangkan untuk mengajukan upaya hukum kasasi,” tambah Ketut.

Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM mengeluarkan tiga rekomendasi penyelesaian pelanggaran HAM berat.

Komisioner Pengkajian dan Penelitian Saurlin P Siagian mengatakan, rekomendasi pertama yakni agar pemerintah menguatkan dukungan terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Dukungan pemerintah tersebut berkaitan dengan berbagai aspek, kata Saurlin, agar proses pengadilan dapat berjalan dan bersifat adil untuk korban

Rekomendasi kedua Komnas HAM ditujukan kepada Kejaksaan Agung RI. Dalam hal ini, Komnas HAM meminta Kejaksaan Agung bekerja sama menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat yang sebelumnya telah dilakukan Komnas HAM.

Ketiga, Komnas HAM meminta agar Tim Penyelesaian non-yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPPHAM) melaksanakan tugas untuk mengungkap secara terang kasus pelanggaran HAM berat.

"Dan (agar TPPHAM) merekomendasikan pemulihan yang konkret dan bermartabat bagi korban pelanggaran HAM yang berat," ujar Saurlin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com