JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, dirinya tidak ingin lagi menceritakan hal-hal yang membuat masyarakat menjadi pesimis.
Salah satunya menceritakan soal kondisi dunia yang sedang dilanda ketidakpastian dan terdampak krisis global.
Presiden menekankan, meski kondisinya memang benar demikian, tetapi dirinya mulai saat ini akan menyampaikan hal-hal yang membangun optimisme masyarakat.
"Saya tidak ingin menyampaikan hal-hal yang menyebabkan kita pesimis. Artinya saya tidak ingin cerita lagi dunia ini, baru kena ini, baru kena ini," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (KADIN) yang digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (2/12/2022).
Baca juga: Jokowi: Zaman Kompeni Ada Kerja Paksa, Zaman Modern Muncul Ekspor Paksa
"Memang betul. Faktanya seperti. (Tetapi) saya enggak ingin cerita lagi. Saya ingin cerita yang optimis-optimis," tegasnya.
Pasalnya, lanjut Jokowi, Managing Director lembaga moneter internasional (IMF) Kristalina Giorgieva sendiri telah menyampaikan kepadanya bahwa Indonesia merupakan titik terang di tengah kesuraman ekonomi global.
"Hati-hati di tengah kesuraman ekonomi global Indonesia adalah titik terangnya. Dia ngomong seperti itu," tegasnya.
Jokowi kemudian menjelaskan alasan pernyataan IMF tersebut, yakni laporan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: Jokowi Ingin Negara Lain Bergantung dengan Indonesia
Untuk besaran inflasi, Indonesia mampu menjaga pada angka 5,7 persen. Sementara itu, tingkat rata-rata inflasi dunia sudah mencapai 10-12 persen.
Bahkan ada pula negara yang tingkat inflasinya mencapai lebih dari 80 persen.
"Kenapa kita harus pesimis kalau angkanya terjaga seperti itu. Kita harus optimistis. Kemudian pertumbuhan ekonomi di kuartal ketiga 2022 tumbuh sebesar 5,72 persen. Yang mana proyeksi pertumbuhan rata-rata ekonomi dunia sebesar 3,2 persen," jelas Jokowi.
"Kenapa kita tidak optimis dengan angka-angka itu? Harus optimis. PMI (purchasing managers index) kita juga pada level yang ekspansif. Semua negara terkontraksi rata-rata dunia sudah di bawah 50 kita angka terakhir yang saya tahu 51,8. masih di atas 50. Mengapa kita tidak optimis dengan angka2 level ekspansif seperti itu? harus optimistis. Kita baca angka-angka," lanjutnya.
Lalu dilihat dari neraca perdagangan, Indonesia sudah mengalami surplus selama 30 bulan berturut-turut.
Baca juga: Jokowi: Enggak Perlu Sakit Hati Kalah Digugat di WTO
Dari yang sebelumnya selalu negatif, defisit sejak mei 2020 lalu setelahnya selama 30 bulan berturut-turut besaran ekspor Indonesia lebih tinggi dari impor.
"Kenapa kita tidak optimis? Harus optimis. Transaksi berjalan ini, mengendalikan ini sangat sulit sekali. Kita 2019 ini masih defisit 30 miliar Dolar AS. Minus 2,7. Sekarang sudah surplus menjadi 4,4 miliar dolar AS dan plus 1,3," ungkap Jokowi.