JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, Indonesia tidak perlu merasa sakit hati saat kalah dari Uni Eropa dalam gugatan ekspor nikel.
Presiden mengatakan, kalah dalam gugatan hukum adalah hal manusiawi. Sehingga, Indonesia harus tetap mengusahakan langkah hukum berikutnya.
"Enggak perlu kita sakit hati. Endak. Kita berusaha agar bagaimana visi kita agar menjadi negara maju," ujar Jokowi saat memberikan sambutan pada Kompas 100 CEO Forum di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Baca juga: Vale Bangun Industri Nikel dengan Dana Rp 131 Triliun
"Sekali lagi, kita tidak perlu kecil hati tidak perlu takut urusan kalah digugat Uni Eropa kemudian kita kalah, kemudian kita mundur. Endak. Nanti ada babak kedua lagi kita ingin lakukan," tegasnya.
Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia ingin menjadi negara maju.
Sehingga, langkah hukum lanjutan merupakan bagian mempertahankan diri tetap menjadi negara maju.
"Itu pasti. Dan juga mereka itu (negara maju) tidak akan rela juga bahwa negara berkembang ini ada yang maju, menjadi negara yang maju, juga banyak yang enggak rela," tambahnya.
Sebelumnya, Jokowi memerintahkan agar pemerintah mengajukan banding atas kekalahan saat menghadapi gugatan terkait setop ekspor nikel yang diajukan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Baca juga: Balas Kekalahan di WTO, Jokowi Berencana Naikkan Pajak Ekspor Nikel
Meski kalah di WTO, Presiden tetap memerintahkan jajarannya terus melakukan hilirisasi bahan tambang lainnya.
"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri, banding," ujar Jokowi dalam sambutannya saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun 2022 di The Ritz-Carlton, Jakarta, pada Rabu (30/11/2022).
"Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal-hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah," tegasnya.
Baca juga: RI Kalah Gugatan Nikel di WTO, Jokowi: Kita Ajukan Banding
Kepala Negara lantas menjelaskan, beberapa tahun lalu saat Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Setelah pemerintah memiliki smelter, ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah dihentikan.
Hasilnya, pada 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dollar AS atau setara Rp 300 triliun lebih.
Kondisi itu turut mendukung neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.