JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Tjandra Yoga Aditama mengimbau pemerintah untuk melakukan vaksinasi polio massal kepada penduduk, usai ditemukannya kasus infeksi polio di Aceh.
Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara ini mengatakan, vaksinasi massal bisa dilakukan di Aceh maupun juga daerah lain.
"Perlu penggalakkan vaksinasi, dalam dua bentuknya, ORI (outbreak response immunization), dan vaksinasi massal penduduk," kata Tjandra dalam siaran pers, Senin (21/11/2022).
Baca juga: Siapa yang Berisiko Terinfeksi Penyakit Polio?
Selain vaksinasi massal, dia juga menyebut perlu dilakukan surveilans, setidaknya dalam 2 bentuk yaitu surveilans AFP (acute flaccid paralysis) untuk menemukan kemungkinan kasus, dan surveilans lingkungan untuk mencari vaccine derived polio virus (VDPV) di lingkungan.
"Mencari VDPV seperti yang ditemukan di Inggris walaupun tidak ada kasus pada manusia," ucap Tjandra.
Tjandra mengatakan, keadaan lumpuh layuh (polio) ini memang dapat terjadi akibat virus dari vaksin oral yang kemudian ke luar ke lingkungan dan bermutasi.
Baca juga: Hanya 1 Kasus Ditemukan, Mengapa Polio Ditetapkan KLB? Ini Alasannya
Nama virusnya kata Tjandra adalah VDPV karena asalnya dari vaksin, bukan seperti virus polio liar. Kendati begitu, VDPV ini juga dapat berhubungan dengan virus tipe 1, 2 dan 3.
Penyakit akibat VDPV inilah yang kini ada di banyak negara, laporan kasus terakhir juga dari Amerika Serikat, serta yang di Inggris adalah ditemukannya VDPV di lingkungan tapi tidak ditemukan kasus pada manusia.
Kejadian di Aceh pun diduga karena VDPV. Sebelumnya pada tahun 2019, kejadian serupa juga ada di Papua pada 2 anak.
Kasus tersebut ditemukan ketika Indonesia sudah mendapat sertifikat eradikasi polio atau bebas polio sejak tahun 2014.
Baca juga: Kenali Apa itu Imunisasi Polio, Jenis, sampai Pemberiannya
"Jadi sesudah 2014 maka setidaknya sudah ada 2 kali KLB Polio di kita, yang keduanya VDPV, bukan virus polio liar," ungkap Tjandra.
Lebih lanjut dia menjabarkan, sesuai aturan WHO, keadaan dikatakan sudah terjadi penularan di masyarakat atau disebut ‘circulating’ vaccine-derived poliovirus type 2(cVDPV2) kalau ditemukan VDPV di setidaknya 2 tempat berbeda.
Kemudian, ditemukan dalam jarak waktu setidaknya 2 bulan atau lebih, dan virus-virus itu secara genetik berhubungan (genetically-linked).
"Artinya untuk kejadian di Aceh memang harus diperiksa amat seksama di sekitarnya," jelas Tjandra.
Baca juga: Wapres Minta Polio Segera Diatasi agar Tak Jadi Pandemi
Sebelumnya diberitakan, terdapat satu kasus polio di Pidie, Aceh pada seorang anak berusia 7 tahun. Temuan satu kasus ini lantas ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).