Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ombudsman Sentil BPOM, Minta Lebih Ketat Lagi Mengontrol Perusahaan Farmasi

Kompas.com - 25/10/2022, 14:15 WIB
Valmai Alzena Karla Martino,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng mengatakan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus lebih ketat lagi dalam melakukan kontrol terhadap perusahaan farmasi.

Ia menyebut kontrol terhadap perusahaan farmasi oleh BPOM juga termasuk standar pelayanan serta penentuan ambang batas kandungan pada obat.

Pasalnya, Ombudsman mengungkapkan, BPOM selama ini menyerahkan sepenuhnya proses pengujian obat kepada perusahaan farmasi.

“Kemudian, itu (pengujian ambang batas kandungan pada obat) dikontrol pelaksanaannya oleh para perusahaan itu (perusahaan farmasi). Uji mandiri yang dilakukan oleh perusahaan sementara ini dalam pandangan Ombudsman, itu sepenuhnya diserahkan kepada mereka (perusahaan farmasi)," kata Robert dalam konferensi pers daring, Selasa (25/10/2022).

Baca juga: Ombudsman Sebut Kemenkes Berpotensi Malaadministrasi Terkait Kasus Gangguan Ginjal Akut

"Kemudian, baru Badan POM akan tahu terpenuhi tidaknya batas yang ada kalau ada laporan,” ujarnya lagi.

Ditambah lagi, Robert mengatakan, tidak adanya standarisasi terhadap obat yang dikeluarkan perusahaan farmasi membuat BPOM pasif terhadap pemantauan obat yang beredar di masyarakat.

Oleh karenanya, Ombudsman meminta ke depannya kontrol oleh BPOM harus dilaksanakan secara aktif dengan menguji sejauh mana perusahaan farmasi memenuhi standar yang ada.

“Jangan kemudian ada persaingan atau perang pasar diantara perusahaan-perusahaan yang ada dan menggunakan kewenangan, meminjam kewenangan, atau memanipulasi kewenangan dari Badan POM,” katanya.

Baca juga: Daftar 156 Obat Sirup yang Boleh Diresepkan Lagi oleh Kemenkes

Lebih lanjut, Robert juga menegaskan BPOM perlu tegas dalam melakukan kontrol serta pro-aktif melakukan uji pada obat yang dikeluarkan oleh perusahaan farmasi.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Kesehatan melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia.

Namun, belum ada penyebab pasti dari penyakit gangguan ginjal akut yang diderita dua ratus lebih anak di Indonesia.

Hanya saja, dugaan mengarah pada obat sirup dengan kandungan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). Sebagaimana, kejadian yang sama terjadi di Gambia.

Baca juga: Ombudsman Ungkap 5 Potensi Malaadministrasi BPOM dalam Kasus Gagal Ginjal Akut

Terbaru, BPOM mengungkapkan, ada dua perusahaan farmasi yang obatnya terindikasi memiliki kandungan EG dan DEG dengan konsentrasi sangat tinggi.

Oleh karenanya, BPOM bekerja sama dengan kepolisian akan menindaklanjuti kedua perusahaan farmasi itu secara pidana.

Sementara itu, jumlah pasien gangguan ginjal akut mencapai 255 kasus yang tersebar di 26 Provinsi per 24 Oktober 2022.

Dari jumlah tersebut, pasien yang meninggal mencapai 143 anak.

Baca juga: IAKMI Kritik BPOM yang Tak Uji Etilen Glikol: Jangan Nunggu Level Dunia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com