Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Kasus Gagal Ginjal Anak Jangan Direspons dengan Biasa

Kompas.com - 21/10/2022, 20:01 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, kasus gagal ginjal misterius yang menyebabkan ratusan orang meninggal harus ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB).

Dicky meminta pemerintah tidak menangani kejadian ini dengan cara yang biasa.

"Ini kejadiannya apa ini biasa? Enggak biasa, ini luar biasa. Jadi jangan sampai ada tindakan-tindakan ataupun respons-respons yang juga biasa," ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022).

Baca juga: Menkes Beberkan Dugaan Terbesar Penyebab Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak

Dicky mendorong agar kejadian gagal ginjal pada ratusan anak ini segera ditetapkan sebagai KLB.

Sejauh ini, Dicky menilai, pemerintah sudah mencoba merespons dengan cara yang luar biasa. Misalnya, melarang obat sirup beredar di pasaran untuk sementara waktu.

Dicky menyebut, pelarangan terhadap obat sirup untuk seluruh Indonesia yang cakupannya sangat besar ini, sebagai respons luar biasa.

"Misalnya pelarangan atau mengimbau untuk tidak mengonsumsi dulu sirup, semua jenis sirup lah misalnya yang diduga mengandung etilen glikol. Atau dalam hal ini misalnya jenisnya obat batuk atau penurun demam. Itu respons luar biasa," tuturnya.

Baca juga: Ditemukan 5 Obat Sirup Mengandung EG, Mengapa Penyebab Gagal Ginjal Akut Masih Belum Diketahui?

Akan tetapi, apabila kebijakan larangan terhadap obat sirup ini tidak didukung regulasi yang tegas, maka hal itu bisa saja sia-sia.

"Terjadi enggak kepatuhan di lapangan? Efektif enggak imbauan ini? Nyampe enggak? Jalurnya sudah dibuat lebih cepat dan efektif enggak komunikasi ini?" kata Dicky.

Dicky menilai, status KLB bisa membantu pelarangan obat sirup untuk sementara waktu.

Selain pelarangan obat sirup, kata Dicky, respons luar biasa lain yang bisa pemerintah lakukan adalah memberi rakyat bantuan finansial.

"Bantuan, apa itu finansial pada pemerintah daerah dalam melakukan identifikasi kasus maupun merujuk. Apalagi kalau masyarakat daerah tersebut tidak punya kemampuan secara finansial," imbuhnya.

Baca juga: Puan Maharani Desak Pemerintah Segera Jadikan Gagal Ginjal Akut sebagai KLB

Diberitakan sebelumnya, terdapat 133 orang di Indonesia yang meninggal karena gagal ginjal akut yang penyebabnya masih misterius.

Pemerintah dan stakeholder terkait masih mencari penyebab gangguan gagal ginjal akut.

Sejauh ini, ada beberapa faktor risiko penyebab kejadian gagal ginjal akut seperti intoksikasi etilen glikol dari obat sirup, infeksi virus yang ditemukan dalam tubuh pasien, dan multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C) atau sindrom peradangan multisistem pasca-Covid-19.

Namun demikian, sebagai bentuk kewaspadaan, Kemenkes mengambil langkah konservatif menginstruksikan apotek dan dokter untuk tidak menjual maupun meresepkan obat sirup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

PKS: Masalah Judi Online Sudah Kami Teriakkan Sejak 3 Tahun Lalu

Nasional
Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Dompet Dhuafa Banten Adakan Program Budi Daya Udang Vaname, Petambak Merasa Terbantu

Nasional
“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

“Care Visit to Banten”, Bentuk Transparansi Dompet Dhuafa dan Interaksi Langsung dengan Donatur

Nasional
Perang Terhadap Judi 'Online', Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Perang Terhadap Judi "Online", Polisi Siber Perlu Diefektifkan dan Jangan Hanya Musiman

Nasional
Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Majelis PPP Desak Muktamar Dipercepat Imbas Gagal ke DPR

Nasional
Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Pertama dalam Sejarah, Pesawat Tempur F-22 Raptor Akan Mendarat di Indonesia

Nasional
Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Di Momen Idul Adha 1445 H, Pertamina Salurkan 4.493 Hewan Kurban di Seluruh Indonesia

Nasional
KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com