JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi menyoroti bebasnya terpidana kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari.
Johan menilai, Pinangki yang merupakan mantan jaksa seharusnya dihukum lebih berat.
"Seharusnya penegak hukum itu lebih dihukum lebih berat dari yang bukan penegak hukum dalam konteks pelaku korupsi," ujar Johan dalam program Satu Meja Kompas TV, Jumat (16/9/2022).
Baca juga: Pinangki dan 23 Napi Korupsi Lain Bebas Bersyarat, Kejagung: Kami Hormati
Johan mengatakan, hukuman bagi penegak hukum yang terlibat kasus korupsi harusnya diperberat sepertiga dari hukuman terhadap masyarakat umum.
Hal itu kerap ia sampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam berbagai pertemuan.
Johan juga menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga khusus yang menangani kasus korupsi seharusnya dapat terlibat dalam kasus yang menjerat aparat penegak hukum.
Saat proses penyidikan kasus Pinangki, Kejaksaan Agung berjanji akan membuka ruang bagi KPK untuk terlibat.
Tak hanya itu, saat perkara akan ditingkatkan ke penuntutan, terbuka juga peluang gelar perkara yang melibatkan KPK.
Jaksa KPK dinilainya dapat menuntut aparat penegak hukum yang terlibat kasus korupsi dengan tuntutan yang berat.
"Sekarang makin ke sini saya lihat tidak ada bedanya lagi antara KPK dengan polisi dan kejaksaan," ujar politikus PDI-P itu.
Baca juga: Pinangki Boleh ke Luar Negeri Setelah Bebas Bersyarat, asal Dapat Izin Kemenkumham
Johan menilai, bebasnya terpidana korupsi melalui pembebasan bersyarat, termasuk Pinangki, harus menjadi memontum lembaga penegak hukum seperti KPK untuk dapat berbenah.
Menurut dia, lembaga antikorupsi sebesar KPK bisa menjadi garda terdepan melalui jaksa-jaksanya untuk menuntut para terdakwa kasus korupsi dengan tuntutan yang berat.
"Ada momentum untuk membenahi semuanya, termasuk kita mengembalikan lagi KPK, secara lembaga itu punya kewenangan yang extraordinary body, dia harus lebih," ujar Johan.
"KPK dilahirkan waktu itu, era reformasi karena harus ada lembaga yang lebih dari lembaga yang selama ini dianggap waktu itu tidak efektif," ucap mantan Juru Bicara KPK itu.
Adapun Pinangki divonis bersalah karena menerima suap dari buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Publik Soroti Bebas Bersyarat Pinangki, Wamenkumham Sebut Sudah Sesuai Regulasi
Pada pengadilan tingkat pertama, Pinangki dihukum 10 tahun penjara denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.
Hukuman tersebut dikurangi 60 persen atau 6 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dengan demikian, Pinangki hanya dihukum penjara selama 4 tahun.
Namun, baru ditahan pada Agustus 2020, Pinangki bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.