Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pinangki Bebas Lebih Cepat, Johan Budi: Penegak Hukum Harusnya Dihukum Lebih Berat

Kompas.com - 16/09/2022, 19:52 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR RI Johan Budi menyoroti bebasnya terpidana kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari.

Johan menilai, Pinangki yang merupakan mantan jaksa seharusnya dihukum lebih berat.

"Seharusnya penegak hukum itu lebih dihukum lebih berat dari yang bukan penegak hukum dalam konteks pelaku korupsi," ujar Johan dalam program Satu Meja Kompas TV, Jumat (16/9/2022).

Baca juga: Pinangki dan 23 Napi Korupsi Lain Bebas Bersyarat, Kejagung: Kami Hormati

Johan mengatakan, hukuman bagi penegak hukum yang terlibat kasus korupsi harusnya diperberat sepertiga dari hukuman terhadap masyarakat umum.

Hal itu kerap ia sampaikan kepada Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dalam berbagai pertemuan.

Johan juga menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga khusus yang menangani kasus korupsi seharusnya dapat terlibat dalam kasus yang menjerat aparat penegak hukum.

Saat proses penyidikan kasus Pinangki, Kejaksaan Agung berjanji akan membuka ruang bagi KPK untuk terlibat.

Tak hanya itu, saat perkara akan ditingkatkan ke penuntutan, terbuka juga peluang gelar perkara yang melibatkan KPK.

Jaksa KPK dinilainya dapat menuntut aparat penegak hukum yang terlibat kasus korupsi dengan tuntutan yang berat.

"Sekarang makin ke sini saya lihat tidak ada bedanya lagi antara KPK dengan polisi dan kejaksaan," ujar politikus PDI-P itu.

Baca juga: Pinangki Boleh ke Luar Negeri Setelah Bebas Bersyarat, asal Dapat Izin Kemenkumham

Johan menilai, bebasnya terpidana korupsi melalui pembebasan bersyarat, termasuk Pinangki, harus menjadi memontum lembaga penegak hukum seperti KPK untuk dapat berbenah.

Menurut dia, lembaga antikorupsi sebesar KPK bisa menjadi garda terdepan melalui jaksa-jaksanya untuk menuntut para terdakwa kasus korupsi dengan tuntutan yang berat.

"Ada momentum untuk membenahi semuanya, termasuk kita mengembalikan lagi KPK, secara lembaga itu punya kewenangan yang extraordinary body, dia harus lebih," ujar Johan.

"KPK dilahirkan waktu itu, era reformasi karena harus ada lembaga yang lebih dari lembaga yang selama ini dianggap waktu itu tidak efektif," ucap mantan Juru Bicara KPK itu.

Adapun Pinangki divonis bersalah karena menerima suap dari buron kasus korupsi hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra terkait pengurusan fatwa dari Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Publik Soroti Bebas Bersyarat Pinangki, Wamenkumham Sebut Sudah Sesuai Regulasi

Pada pengadilan tingkat pertama, Pinangki dihukum 10 tahun penjara denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hukuman tersebut dikurangi 60 persen atau 6 tahun berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dengan demikian, Pinangki hanya dihukum penjara selama 4 tahun.

Namun, baru ditahan pada Agustus 2020, Pinangki bebas bersyarat pada Selasa (6/9/2022)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com