Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko PMK: Ada Indikasi ACT Ambil Dana untuk Bantuan Bencana Alam

Kompas.com - 01/08/2022, 16:47 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan ada indikasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) mengambil dana yang diperuntukkan bagi bantuan bencana alam.

Hal tersebut berdasarkan temuan dari Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Sosial (Kemensos).

"Ada indikasi dia juga mengambil dana-dana untuk bantuan bencana alam itu dengan jumlah tertentu," ujar Muhadjir di Istana Kepresidenan, Senin (1/8/2022).

Baca juga: Terus Didalami, Dugaan Penyelewengan Donasi ACT Bisa Bertambah

Muhadjir menjelaskan, berdasarkan aturan pihak pengumpul dan pengelola dana untuk bencana alam tak boleh mengambil satu persen pun.

"Untuk bencana alam itu harus nol (potongan)," tegasnya.

Muhadjir melanjutkan, temuan lain yang diperoleh Irjen Kemensos juga mengungkapkan ACT mengambil biaya operasional di atas batas ketentuan yang seharusnya.

"Jejak ketemu dia sendiri mengakui bahwa dia telah mengambil biaya untuk operasional itu di atas yang seharusnya, 10 persen dia ambil 13,6 persen," lanjutnya.

Baca juga: Muhammadiyah Harap Proses Hukum Kasus ACT Berjalan Adil

"Atas dasar itulah maka saya waktu itu waktu itu ad interim harus lapor Presiden dulu, juga telepon Bu Risma (Menteri Sosial Tri Rismaharini) dulu saat akan naik haji, gimana ini? posisinya begini gimana kalau sebaiknya kita cabut dulu? biar Itjen masuk untuk audit bagaimana kondisi keuangannya, kondisi semuanya," jelas Muhadjir.

Dia menambahkan, apabila ada indikasi penyimpangan dana maka masuk ke ranah pidana. Sehingga pihaknya memperbolehkan kepolisian untuk menangani kasus tersebut.

"Bagaimana jika ada kaitan perputaran uangnya, dananya silakan PPATK , gitu," tambah Muhadjir.

Kasus dugaan penyelewengan dana sosial ACT kini masih disidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Penyidik Bareskrim sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini. 

Para tersangka itu adalah Ahyudin selaku pendiri sekaligus Presiden ACT tahun 2005-2019, yang saat ini menjabat Ketua Pembina ACT. Lalu, Ibnu Khajar selaku Presiden ACT sejak 2019-saat ini.

Baca juga: Minta Polisi Tak Ragu Usut Aliran Dana ACT, Wasekjen PBNU Juga Berharap Modusnya Diungkap

Kemudian Hariyana Hermain selaku Pengawas ACT tahun 2019 yang saat ini menjadi anggota Pembina ACT, serta anggota Pembina ACT tahun 2019–2021 dan Ketua Pembina ACT saat ini, Novariadi Imam Akbari.

Para tersangka itu diduga menggelapkan uang donasi untuk kepentingan pribadi, termasuk memotong uang donasi 20-30 persen. Mereka dijerat Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo.

Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Subsider, Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

Baca juga: Polri Tahan 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT

Selanjutnya, dikenakan Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.

Keempat tersangka diduga menyelewengkan dana sebesar Rp 137 miliar dari Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018.

Para ahli waris itu mempercayakan uang itu dikelola oleh ACT.

Menurut Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadirtipideksus) Bareskrim Polri Kombes Helfi Assegaf mengatakan, dana para ahli waris yang diduga disalahgunakan ACT nilainya mencapai Rp 34 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com