Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Dalami Dugaan Korupsi Pembelian Tanah PT Adhi Persada Realti Tahun 2012-2013

Kompas.com - 15/06/2022, 18:53 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktorat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia tengah mendalami kasus dugaan korupsi terkait pembelian tanah yang dilakukan PT Adhi Persada Realti (APR) tahun 2012-2013.

Adapun kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Nomor Print-35/F.2/Fd.2/06/2022 pada Senin (6/6/2022) lalu.

“Resmi menaikkan status penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembelian bidang tanah yang dilakukan oleh PT Adhi Persada Realti pada tahun 2012 sampai dengan 2013 ke tahap penyidikan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Rabu (15/6/2022).

Ia menjelaskan, di tahun 2012, PT APR yang merupakan anak usaha perusahaan pelat merah, PT Adhi Karya (Persero) Tbk itu, melakukan pembelian tanah dari PT Cahaya Inti Cemerlang di daerah Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok.

Baca juga: Kejagung Limpahkan Berkas Perkara Tahap I Kasus Korupsi Izin Ekspor Minyak Goreng

Pembelian tanah seluas kurang lebih 200.000 meter persegi atau 20 hektar itu rencananya akan digunakan untuk untuk membangun proyek perumahan atau apartemen.

“PT Adhi Persada Realti membeli bidang tanah yang tidak memiliki akses ke jalan umum, harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat,” ujar dia.

Dalam perjalanannya, PT APR telah melakukan pembayaran kepada PT Cahaya Inti Cemerlang melalui rekening notaris dan diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Cahaya Inti Cemerlang dan dana operasional.

Kejagung menduga ada indikasi penggunaan uang negara dalam pembelian lahan tersebut.

Setelah dilakukan pembayaran, PT APR baru memperoleh tanah sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 12.595 meter persegi atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang dijanjikan.

Selain itu, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, ternyata masih ada bagian tanah yang tercatat dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT Megapolitan yaitu SHM nomor 46 dan 47 atas nama Sujono Barak Rimba.

Baca juga: Kejagung Ungkap Peran Tiga Tersangka Kasus Korupsi Satelit di Kemenhan

“Jadi sisanya sebanyak 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain. Ini namanya bermasalah ini,” ujar dia.

Ia menjelaskan, setiap pengadaan barang dan jasa dalam pemerintahan seharusnya memiliki standar oprasional (SOP) dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara fisik, keuangan, maupun administrasi.

Dalam kasus ini, seharusnya PT APR semestinya tidak membayar uang dalam jumlah yang telah disepakati, bila memang sertifikat hak atas tanah yang hendak dibeli masih belum jelas statusnya.

“Ada perjanjian, ada sertifikat hak milik jelas kepemilikannya. Nah kalau dia tahu tidak jelas, kenapa dibayar? Kan itu permasalahannya,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com