Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dens Saputra
Dosen

Menulis adalah seni berbicara

Kasi Flava: Gaya Politik Populer Demokrasi Elektoral

Kompas.com - 15/06/2022, 11:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA satu tradisi pertandingan sepak bola di benua Afrika yang disebut Kasi Flava. Kasi Flava adalah gaya atau seni bermain bola ala benua hitam, di mana dalam pertandingan tersebut para pemain lebih mengutamakan skil dengan gaya–gaya atraktif.

Kasi diartikan sebagai tempat atau lokasi dan Flava adalah rasa atau gaya. Terjemahan umumnya diartikan sebagai tempat untuk bergaya.

Gaya bermain bola jalanan ala negeri nelson Mandela ini sangat menarik dan penuh atraksi bagi penikmat bola.

Tidak berbeda jauh dengan gaya negara–negara demokrasi prosedural yang bekembang di era digital saat ini.

Tidak bisa disangkal kalau demokrasi menjadi satu paham yang populer semenjak berakhirnya perang dunia II. Gagasan “freedom” dengan mudah mendapat dukungan dari berbagai negara dan penduduknya.

Dukungan ini berangkat dari kondisi masyarakat yang sebagian besar berada dalam kolonialisme dan ketertindasan, sehingga demokrasi menjadi kue empuk untuk dicerna.

Jika dilihat lebih jauh, demokrasi memang sudah muncul semenjak Piagam Magna Carta yang membatasi monarki Inggris pada 15 Juni 1215.

Demokrasi memang asik untuk dinikmati sebagai satu konsep, tetapi praktiknya seperti memancing di air keruh.

The Economist Intelligence (EIAU) pada 2021 merilis laporan indeks demokrasi dunia. Dalam data tersebut, Indonesia menduduki peringkat ke-52 dengan skor 6,71 (databoks.katadata.co.id).

EIAU mengelompokkan Indonesia sebagai negara demokrasi yang cacat (flawed democracy). Meskipun cacat, secara statistik indeks demokrasi Indonesia masih lebih baik dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat ke-64.

Salah satu alat untuk mengukur indeks demokrasi oleh EIAU adalah pemilu. Semenjak 2004, kita memang dihadapkan dengan kenyataan demokrasi langsung.

Secara konstitusi warga negara memiliki hak untuk dipilih dan memilih pemimpinnya secara langsung melalui bilik suara.

Praktik pemilu langsung ini tidak terlepas dari kesadaran politik warga negara yang terus mengalami pertumbuhan seiring dinamika politik nasional dengan berbagai gesekan maupun tanpa gesekan.

Kita tahu bahwa partisipasi politik pemilih setiap pemilu selalu mengalami kenaikan. Pada pemilu 2019 menyentuh angkah 82 persen.

Ini menandakan, secara kuantitas masyarakat kita perlahan sadar eksistensinya sebagai warga negara untuk menopang berkembangnya demokrasi di republik ini.

Terlepas dari apakah angka tersebut menunjukan kualitas politik nasional dan lokal kita, tentu itu menjadi indikator analisis tersendiri untuk meninjau sejauh mana kualitas dan pengaruh partisipasi politik pemilih dalam percaturan demokrasi elektoral.

Perkembangan demokrasi Indonesia semenjak reformasi tidak terlepas dari konstelasi pemilihan umum langsung.

Keterlibatan sipil dan partai politik menjadi indikator penting dalam mengaplikasikan konsep demokrasi seperti apa yang diinginkan negeri ini.

Pihak yang memenangkan pemilu dengan jalan politiknya dan pihak kalah mengambil tempat sebagai oposisi. Ketersinggungan ini diperlukan untuk mempertajam demokrasi sebagai sebuah gagasan praktis.

Oposisi tentu memiliki ruang tersendiri dalam mengontrol pemerintah ketika mengambil kebijakan.

Tetapi saat ini ketika lembaga legislatif tidak berperan lagi sebagai institusi pengontrol arah kebijakan eksekutif, maka publik bisa mengambil ruang ini.

Fungsi kontrol publik kepada pemerintahnya bisa dengan berbagai metode populer seperti media sosial.

Baru-baru ini kita melihat bagaimana warga negara menggugat Presiden Jokowi soal minyak goreng di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN).

Artinya bahwa fungsi kontrol itu bisa kembali lagi kepada warga sebagai akibat dari sikap elite dan lembaga kontrol negara yang tidak berfungsi optimal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com