Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indonesian Insight Kompas
Kelindan arsip, data, analisis, dan peristiwa

Arsip Kompas berkelindan dengan olah data, analisis, dan atau peristiwa kenyataan hari ini membangun sebuah cerita. Masa lalu dan masa kini tak pernah benar-benar terputus. Ikhtiar Kompas.com menyongsong masa depan berbekal catatan hingga hari ini, termasuk dari kekayaan Arsip Kompas.

Polemik Tarif Naik Candi Borobudur dan Paradoks Pariwisata Indonesia

Kompas.com - 07/06/2022, 22:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

WACANA kenaikan tarif naik Candi Borobudur menjadi Rp 750.000 bagi turis lokal sontak menuai polemik.

Pada puncak polemik, tarif ini bersanding dengan UMR Yogyakarta menjadi trending topic Twitter di Indonesia.

Para netizen menjadikan UMR itu sebagai komparasi untuk menakar seberapa mahal wacana tarif untuk bisa menapaki undak demi undak hingga ke puncak Candi Borobudur.

Meski Candi Borobudur berlokasi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, paket wisata cenderung memasukkannya ke grup destinasi wilayah Yogyakarta.

Klop.

Baca juga: Sebelum Borobudur Ada

Wacana tarif Rp 750.000 itu sempat jadi polemik dengan tebaran meme di media sosial karena dikira harga untuk tiket mengakses seluruh kawasan wisata.

Belakangan muncul penjelasan bahwa wacana itu hanya untuk wisatawan lokal yang naik menapaki Candi Borobudur, bukan kompleks apalagi kawasan Borobudur.

Pertanyaannya, mengapa harus ada tarif super duper mahal untuk menaiki Candi Borobudur?

Arsip dan data bicara

Pertanyaan itu berjawab fakta dari arsip dan data. Kelakuan wisatawan, terutama terindikasi turis lokal, berdampak buruk bagi kelestarian Candi Borobudur. 

Baca juga: Jangan Ditiru! Kelakuan Buruk Turis Indonesia di Candi Borobudur

Dari jumlah kaki yang menapaki candi saja sudah membebani. Namun, yang lebih-lebih lagi menjadi persoalan adalah perilaku sebagian wisatawan ini.

Temuan tempelan permen karet hingga batu candi yang bergeser semata demi euforia memajang diri di media sosial dengan obyek candi sebagai latar adalah persoalan besar. 

Berdasarkan arsip pemberitaan Kompas.com pada 2017, kapasitas injak Candi Borobudur hanyalah untuk 123 orang dalam satu waktu. Halaman kompleks candi pun ditakar hanya sanggup mendukung 528 orang dalam satu waktu.

Adapun takaran daya tampung taman di sekeliling candi adalah 10.308 orang dalam satu waktu. Praktiknya, pada libur lebaran tahun itu saja Candi Borobudur didatangi sekitar 56.000 wisatawan dalam sehari.

Baca juga: Cegah Kerusakan, Sebetulnya Berapa Kapasitas Pengunjung Candi Borobudur? 

Paradoks situasi di Candi Borobudur juga telah menjadi bahan sejumlah riset. Salah satunya ditulis bersama oleh Cerry Surya Pradana, Carlos Iban, dan R Setyastama.

Tangkap layar artikel di halaman 1 harian Kompas edisi 27 Juli 2010 yang menyoroti perilaku turis di Candi Borobudur.ARSIP KOMPAS Tangkap layar artikel di halaman 1 harian Kompas edisi 27 Juli 2010 yang menyoroti perilaku turis di Candi Borobudur.

Tayang di Journal of Indonesian Tourism and Development Studies Volume 8 No 2 2020, mereka bertiga menulis paper berjudul Tourism Impact on Conservation and Utilization of Borobudur Temple After Being Declared as Ten New Bali Tourist Destination in Indonesia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com