Dalam hal ini, suara hati seorang Joko Susilo, Kepala Dusun Cuntel di kaki Gunung Merbabu pun mendadak menyeruak.
"Satu hal, saya tidak ingin pariwisata menjauhkan kami dari pertanian, apalagi menyingkirkan pertanian sebagai sumber utama penghidupan kami. Pertanian harus tetap menjadi diri kami, (sementara) pariwisata memberi nilai tambah," tutur Joko saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (18/5/2022).
Berkaca dari Bali, Puncak, dan sejumlah destinasi wisata lain, agaknya Joko khawatir bila dusunnya semata jadi destinasi wisata dan mengalihkan sumber penghidupan warga dari pertanian yang terbukti menghidupi selama bergenerasi-generasi dan masih tak kehabisan potensi pengembangan.
Baca juga: Wisata Cuntel: Mau Glamping, Agrowisata, atau Sekadar Cuci Mata di Lereng Merbabu, Bisa!
Harapan Joko sejatinya tidaklah terlalu muluk bila seluruh kebijakan tersinkronisasi dengan tepat, berlandaskan ketajaman visi dan kematangan strategi. Pembenahan yang menyentuh akar-akar persoalan perekonomian dan tata kelola negara tentu jadi satu paket tak terpisahkan.
Terlebih lagi, pandemi lagi-lagi menjadi saksi, pertanian menjadi sektor yang tak tumbang ketika nyaris seluruh aktivitas ekonomi sempat terhenti oleh serbuan wabah. Nah, ini adalah sektor dengan segudang pekerjaan rumah untuk dituntaskan, bukan?
Cukuplah pariwisata menjadi nilai tambah dari potensi-potensi yang lebih sejati dari setiap destinasi. Candi Borobudur pun tak terkecuali.
Baca juga: Jelajahi 6 Surga Indonesia, Bali Salah Satunya
Sebagai situs yang merupakan pusat peribadatan umat Buddha, Candi Borobudur tak akan lalu sunyi begitu berlaku tarif tinggi bagi turis untuk menapaki setiap undakannya.
Justru, pengungkapan misteri candi yang belum sepenuhnya tuntas hingga kini harus mendapatkan momentum. Karena, sejarah yang terungkap dan terjaga pun sejatinya merupakan daya tarik dari sebuah destinasi, bersama tanggung jawab literasi dan edukasi.
Terlebih lagi, bahkan Borobudur pun tak semata punya Candi Borobudur. Ada terlalu banyak potensi dan destinasi untuk dijelajahi, bila perlu dikembangkan lebih baik lagi, sembari mengupayakannya tetap lestari.
Baca juga: Sejarah Candi Borobudur, Peninggalan Dinasti Syailendra
Tabik.
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Catatan: Artikel harian Kompas yang dikutip dalam tulisan ini dapat diakses publik melalui layanan Kompas Data.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.