Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Bikin Aturan Turunan soal Pj Kepala Daerah, Mendagri Dinilai Terbiasa Tak Patuh Putusan MK

Kompas.com - 25/05/2022, 16:44 WIB
Mutia Fauzia,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian dinilai punya kebiasaan tak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari kebiasaan Tito tak mematuhi putusan MK tersebut tercermin dari penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang tilakukan tanpa adanya peraturan teknis terkait hal tersebut.

Padahal, MK melalui Putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022 telah memandatkan pemerintah untuk membentuk aturan teknis terkait pengisian Pj kepala daerah.

Tak hanya sekali itu, Tito pun sebelumnya juga sempat menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 68 Tahun 2021 merespons putusan MK mengenai UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional.

Baca juga: Penolakan Gubernur Lantik Penjabat Dinilai karena Dampak Ketiadaan Regulasi soal Pemilihan

"Saya lihat ini lemah (kecenderungan untuk mematuhi putusan MK). Ada beberapa putusan, soal UU Cipta Kerja tidak dipatuhi, malah keluar Inmendagri (Instruksi Menteri Dalam Negeri) Nomor 68 Tahun 2021 yang bunyinya seolah-olah mematuhi putusan MK tetapi isinya mengingkari," ujar Feri dalam diskusi yang diadakan oleh Public Virtue Research Institute secara daring, Rabu (25/5/2022).

"Jadi Pak Mendagri punya kebiasaan mengingkari putusan MK, seolah-olah begitu," ucap Feri.

Ia pun menjelaskan, peraturan teknis soal penunjukkan Pj kepala daerah diperlukan untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.

Putusan MK tersebut menyebut, seperti diatur di dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945, dalam pemilihan kepala daerah, juga perlu segera dipertimbangkan untuk peraturan pelaksana agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Memang bahasanya pertimbangan, tetapi ada hal-hal yang lain, pertimbangan ini demi asas kehati-hatian perlu dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri. Tapi sampai hari ini, peraturan pelaksana itu tidak dibentuk oleh Pak Mendagri," kata Feri.

Adapun pada putusan MK dijelaskan, pemerintah perlu mempertimbangkan pembentukan peraturan teknis pengisian Pj kepala daerah dengan tiga keperluan.

Pertama, agar penunjukkan Pj kepala daerah benar-benar mempertimbangkan keterbukaan dan transparansi.

Kedua, untuk menunjukkan harus betul-betul mempertimbangkan kompetensi.

Ketiga, penunjukkan penjabat harus betul-betul mampu menampung aspirasi masyarakat daerah dan pemerintah daerah.

Adapun Mendagri Tito sendiri sebelumnya telah mengeklaim, usulan pemilihan Pj kepala daerah dari Kemendagri telah berdasarkan pada asas profesionalitas.

Diberitakan Kompas.com, Kemendagri terus melakukan pengawasan karena adanya kemungkinan konflik kepentingan terkait pemilihan penjabat, apalagi menjelang tahun politik.

Baca juga: Mendagri: Usulan Pj Kepala Daerah Sudah Sesuai UU dan Asas Profesionalitas

Kemudian pemilihan usulan penjabat dilakukan dengan melihat berbagai faktor, selain dari usulan gubernur.

“Kita mempertimbangkan juga faktor-faktor yang lain. Nah kemudian ketika banyak sekali konflik kepentingan, yang paling aman itu kalau didrop dari pusat, seperti misalnya di Sulawesi Tenggara (Sultra) ada satu yang dari Kemendagri," ungkap Tito.

"Kenapa dari Kemendagri? Kita pilih penjabat profesional, dan kita yakinkan bahwa dia tidak memihak kepada politik praktis,” jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com