JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, mekanisme pengusulan penjabat (Pj) kepala daerah dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah diatur sesuai mekanisme Undang-Undang (UU) dan asas profesionalitas.
Aturan yang dimaksud yakni UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Nomor 10 Tahun 2016.
“Mengenai penjabat, ini sebetulnya kita sudah diatur dalam mekanisme yang ada, UU Pilkada. Undang-Undangnya dibuat tahun 2016 dan salah satu amanahnya adalah Pilkada dilakukan bulan November, spesifik tahun 2024, supaya ada keserentakan,” ujar Tito dilansir dari siaran pers Kemendagri, Selasa (24/5/2022).
Dia menjelaskan, spirit dari pembuatan UU Nomor 10 Tahun 2016 yaitu pelaksanaan Pilkada Serentak pada tahun yang sama dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg).
Baca juga: Penolakan Gubernur Lantik Penjabat Dinilai karena Dampak Ketiadaan Regulasi soal Pemilihan
Hal ini dilakukan agar penerapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) paralel dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Berdasarkan UU tersebut, ketika masa jabatan kepala daerah berakhir harus diisi dengan penjabat.
Penjabat yang dimaksud untuk tingkat gubernur merupakan penjabat pimpinan tinggi madya, sedangkan untuk bupati/wali kota penjabat merupakan pimpinan tinggi pratama.
“Nah, selama ini praktik sudah kita lakukan, tiga kali paling tidak, 2017 Pilkada itu juga banyak Pj dan kita lakukan dengan mekanisme UU Pilkada dan UU ASN," ungkap Tito.
"Kemudian yang kedua pada 2018 juga lebih dari 100, dan paling banyak tahun 2020 kemarin itu lebih dari 200 penjabat,” ujarnya.
Mantan Kapolri itu pun menegaskan, usulan pemilihan penjabat kepala daerah dari Kemendagri berdasarkan pada asas profesionalitas.
Kemendagri terus melakukan pengawasan karena adanya kemungkinan konflik kepentingan terkait pemilihan penjabat, apalagi menjelang tahun politik.
Kemudian pemilihan usulan penjabat dilakukan dengan melihat berbagai faktor, selain dari usulan gubernur.
“Kita mempertimbangkan juga faktor-faktor yang lain. Nah kemudian ketika banyak sekali konflik kepentingan, yang paling aman itu kalau didrop dari pusat, seperti misalnya di Sulawesi Tenggara (Sultra) ada satu yang dari Kemendagri," ungkap Tito.
"Kenapa dari Kemendagri? Kita pilih penjabat profesional, dan kita yakinkan bahwa dia tidak memihak kepada politik praktis,” jelasnya.
Lebih lanjut Tito mengungkapkan, dalam UU telah diatur maksimal masa jabatan pj kepala daerah adalah satu tahun dan bisa diperpanjang oleh orang yang sama atau diganti orang yang berbeda.
Setiap tiga bulan, para pj harus membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas.
Baca juga: Mahfud MD Sebut Kepala BIN Sulteng Jadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat Sesuai Putusan MK
Untuk Pj gubernur laporannya kepada presiden melalui mendagri, sementara untuk penjabat bupati/wali kota kepada Mendagri melalui gubernur.
“Jadi saya kira itu mekanisme, khusus Sultra saya sudah komunikasikan dengan Pak Gubernur dan beliau memahami masalah itu. Mohon maaf saya dengan segala hormat kepada teman-teman gubernur, bukan berarti usulan itu adalah hak daripada gubernur," kata Tito.
"UU ini memberikan prerogatif kepada Bapak Presiden, untuk gubernur kemudian didelegasikan kepada Mendagri untuk bupati dan wali kota,” tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.