Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari kebiasaan Tito tak mematuhi putusan MK tersebut tercermin dari penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah yang tilakukan tanpa adanya peraturan teknis terkait hal tersebut.
Padahal, MK melalui Putusan MK Nomor 67/PUU-XX/2022 telah memandatkan pemerintah untuk membentuk aturan teknis terkait pengisian Pj kepala daerah.
Tak hanya sekali itu, Tito pun sebelumnya juga sempat menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 68 Tahun 2021 merespons putusan MK mengenai UU Cipta Kerja yang dinilai inkonstitusional.
"Saya lihat ini lemah (kecenderungan untuk mematuhi putusan MK). Ada beberapa putusan, soal UU Cipta Kerja tidak dipatuhi, malah keluar Inmendagri (Instruksi Menteri Dalam Negeri) Nomor 68 Tahun 2021 yang bunyinya seolah-olah mematuhi putusan MK tetapi isinya mengingkari," ujar Feri dalam diskusi yang diadakan oleh Public Virtue Research Institute secara daring, Rabu (25/5/2022).
"Jadi Pak Mendagri punya kebiasaan mengingkari putusan MK, seolah-olah begitu," ucap Feri.
Ia pun menjelaskan, peraturan teknis soal penunjukkan Pj kepala daerah diperlukan untuk melaksanakan prinsip-prinsip demokrasi.
Putusan MK tersebut menyebut, seperti diatur di dalam pasal 18 ayat 4 UUD 1945, dalam pemilihan kepala daerah, juga perlu segera dipertimbangkan untuk peraturan pelaksana agar tidak menimbulkan ketidakpastian hukum.
"Memang bahasanya pertimbangan, tetapi ada hal-hal yang lain, pertimbangan ini demi asas kehati-hatian perlu dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri. Tapi sampai hari ini, peraturan pelaksana itu tidak dibentuk oleh Pak Mendagri," kata Feri.
Adapun pada putusan MK dijelaskan, pemerintah perlu mempertimbangkan pembentukan peraturan teknis pengisian Pj kepala daerah dengan tiga keperluan.
Pertama, agar penunjukkan Pj kepala daerah benar-benar mempertimbangkan keterbukaan dan transparansi.
Kedua, untuk menunjukkan harus betul-betul mempertimbangkan kompetensi.
Ketiga, penunjukkan penjabat harus betul-betul mampu menampung aspirasi masyarakat daerah dan pemerintah daerah.
Adapun Mendagri Tito sendiri sebelumnya telah mengeklaim, usulan pemilihan Pj kepala daerah dari Kemendagri telah berdasarkan pada asas profesionalitas.
Diberitakan Kompas.com, Kemendagri terus melakukan pengawasan karena adanya kemungkinan konflik kepentingan terkait pemilihan penjabat, apalagi menjelang tahun politik.
Kemudian pemilihan usulan penjabat dilakukan dengan melihat berbagai faktor, selain dari usulan gubernur.
“Kita mempertimbangkan juga faktor-faktor yang lain. Nah kemudian ketika banyak sekali konflik kepentingan, yang paling aman itu kalau didrop dari pusat, seperti misalnya di Sulawesi Tenggara (Sultra) ada satu yang dari Kemendagri," ungkap Tito.
"Kenapa dari Kemendagri? Kita pilih penjabat profesional, dan kita yakinkan bahwa dia tidak memihak kepada politik praktis,” jelasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/25/16443491/tak-bikin-aturan-turunan-soal-pj-kepala-daerah-mendagri-dinilai-terbiasa-tak