JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat mengapresiasi sebutan Bapak Perdamaian bagi Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disematkan oleh Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) berdasarkan versi Museum Kepresidenan Balai Kirti.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, sebutan tersebut sangat tepat diberikan jika melihat rekam jejak capaian SBY saat memimpin negara di periode pertama.
"Kami mengapresiasi julukan yang diberikan kepada Pak SBY sebagai Bapak Perdamaian. Tentunya predikat ini memiliki justifikasi yang kuat di mana di periode pertama pemerintahan Pak SBY-JK," kata Kamhar dalam keterangannya, Selasa (19/4/2022).
Kamhar kemudian menjabarkan capaian itu ketika SBY berhasil sebagai kepala negara menyelesaikan sejumlah konflik horisontal di berbagai daerah.
Baca juga: Megawati Dijuluki Ibu Penegak Konstitusi versi Museum Kepresidenan, SBY Bapak Perdamaian
Salah satunya, lanjut Kamhar, adalah konflik di Poso. SBY disebut mewujudkan rekonsiliasi konflik dan penanganan pasca konflik yang optimal.
"Sehingga jejak dan bekas konflik itu tak terlihat dan terasa lagi," imbuhnya.
Selain konflik di Poso, SBY juga diklaim sukses mengakhiri konflik di Aceh dan Papua.
Dia mengingatkan bahwa konflik di dua daerah tersebut telah berlangsung sejak masa Orde Baru (Orba), dan berakhir pada masa kepemimpinan SBY.
Cara SBY menyelesaikan konflik disebut menggunakan otonomi khusus sebagai kompromi dan solusi.
"(SBY) berhasil mengakhiri konflik antara negara dengan kelompok-kelompok pro kemerdekaan dengan diberlakukannya otonomi khusus sebagai kompromi dan solusi," jelasnya.
"Jadi pemberian predikat Pak SBY sebagai Bapak Perdamaian sangat tepat sebagai potret capaian di periode pertama," sambung Kamhar.
Baca juga: Analisis INSIS soal Peluang Jokowi-Prabowo Versus SBY-Ganjar atau Anies pada Pilpres 2024
Akan tetapi, julukan Bapak Perdamaian dirasa telah berganti di masa sekarang bagi SBY.
Kamhar menilai, julukan yang tepat disematkan bagi Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat saat ini justru Bapak Demokrasi.
Hal ini dilihat dari banyaknya isu yang mengancam soal hidup berdemokrasi bangsa Indonesia, misalnya wacana pelanggengan kekuasaan atau presiden tiga periode.
Namun, SBY dinilai dapat menjadi contoh kepala negara penegak demokrasi di mana masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode.