JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Abdul Wahid menyatakan, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) merupakan bentuk keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual.
"Saat ini, RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sangat dinantikan masyarakat sebagai wujud keberpihakan negara terhadap (penanganan) permasalahan kekerasan seksual yang semakin banyak terjadi," kata Wahid dalam rapat dengan pemerintah, Kamis (24/3/2022).
Wahid menyebutkan, RUU TPKS juga hadir untuk mengatasi kesulitan masyarakat dalam memperoleh keadilan hukum dengan perundang-undangan yang sudah ada. Sebab, peraturan perundang-undangan yang ada belum berbentuk undang-undang yang bersifat khusus dan belum berpihak pada korban kekerasan seksual.
Baca juga: Formappi Kritik DPR Selalu Obral Janji Selesaikan RUU TPKS, tapi Tak Kunjung Diselesaikan
"Sehubungan dengan itu, DPR sangat menaruh perhatian sehingga berinisiatif menyusun RUU TPKS ini," kata Wahid.
Ia menyebutkan, RUU itu terdiri dari 12 bab dan 73 pasal yang meliputi pencegahan segala bentuk kekerasan seksual, hukum acara yang berpihak pada korban, penanganan, perlindungan, pemulihan korban, penindakan dan rehabilitasi pelaku, dan upaya mewujudkan lingkungan bebas kekerasan seksual.
Berikut ini daftar 12 bab yang tercantum pada RUU TPKS:
- Bab I Ketentuan Umum
- Bab II Tindak Pidana Kekerasan Seksual
- Bab III Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Kekerasa Seksual
- Bab IV Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
- Bab V Hak Korban, Keluarga Korban, dan Saksi
- Bab VI UPTD PPA
- Bab VII Pencegahan, Koordinasi, dan Pemantauan
- Bab VIII Peran Serta Masyarakat dan Keluarga
- Bab IX Pendanaan
- Bab X Kerja sama Internasional
- Bab XI Ketentuan Peralihan
- Bab XII Ketentuan Penutup
Ada pun materi dalam RUU TPKS secara garis besar mengatur 8 hal di bawah ini:
- Pengaturan untuk menindak dan merehabilitasi pelaku, menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual, menangani, melindungi, dan memulihkan korban, mencegah segala bentuk kekerasan seksual, dan mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual;
- Tindak pidana terkait pelecehan nonfisik, pelecehan fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, pemaksaan kontrasepsi yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksi untuk sementara waktu, pemaksaan kontrasepsi yang dapat membuat kehilangan fungsi reproduksi secara tetap, eksploitasi seksual yang dilakukan oleh orang-perorangan, dan eksploitasi yang dilakukan oleh korporasi;
- Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana kekerasan seksual dilakukan menggunakan pengaturan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai hukum acara pidana, kecuali ditentukan lain oleh RUU ini;
- Hak korban yang terdiri dari penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban untuk menjamin hadirnya negara dalam pemulihan hak asasi korban;
- Pencegahan, koordinasi antara lembaga terkait, dan pengawasan agar tindak pidana kekerasan seksual tidak terjadi;
- Peran serta masyarakat dan keluarga dalam upaya pencegahan dan pemulihan korban;
- Pendanaan yang berasal dari APBN dan APBD; dan
- Pengaturan terkait pemantauan dan peninjauan undang-undang yang dilakukan oleh DPR RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.