KOMPAS.com - Belum lama ini, gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,1 telah mengguncang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (25/2/2022). Bencana ini telah mengakibatkan korban jiwa dan luka-luka, serta ratusan bangunan rusak dengan kategori berat hingga ringan.
Berkaca dari kejadian tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kementerian KP) melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) melakukan penelitian terkait gempa.
Penelitian itu salah satunya dilakukan oleh Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir (LRSDKP) Bungus, Padang, Sumbar di bawah supervisi Pusat Riset Kelautan BRSDM.
Peneliti LRSDKP Bungus, Wisnu Arya Gemilang mengatakan, penting bagi masyarakat memiliki pengetahuan tentang gempa. Hal ini bukan sebagai ramalan atau amaran gempa.
Baca juga: Sepanjang Februari 2022, Terjadi 668 Gempa Bumi di NTT
Ia berharap, dengan pengetahuan tersebut akan sedikit mengurangi kepanikan sehingga masyarakat menjadi lebih tahu dan lebih siap tentang apa yang harus dikerjakan ketika bencana alam terjadi.
"Salah satu upaya manusia tentu saja untuk mencoba mengetahui dan mengerti apa yang telah, sedang dan akan terjadi,” imbuhnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (1/3/2022).
Untuk diketahui, lelaki berkacamata lulusan Strata Dua (S2) Teknik Lingkungan itu merupakan ahli geologi lingkungan. Sudah tujuh tahun Wisnu bergabung dengan Kementerian KP.
Berkantor di area kompleks Pelabuhan Perikanan Bungus Padang, ia bersama tim melakukan penelitian kerentanan pesisir.
Pada kesempatan tersebut, Wisnu menjelaskan, Pulau Sumatera menyimpan potensi tektonik yang dikenal sebagai Patahan Sumatera.
Baca juga: Fasilitas Umum yang Rusak akibat Gempa Sumatera Barat Segera Diperbaiki
Patahan Sumatera, sebut dia, yaitu patahan yang memotong Pulau Sumatera dari ujung utara barat di Aceh hingga ke selatan di Lampung.
“Patahan Sumatera ini sangat tersegmentasi dan terdiri dari 20 segmen geometris yang didefinisikan utama, berkisar panjang dari sekitar 60 sampai 200 kilometer (km).
Panjang segmen itu, lanjut dia, dipengaruhi dimensi sumber gempa dan telah membagi menjadi patahan-patahan lebih pendek yang secara historis menyebabkan gempa dengan kekuatan antara Magnitudo Momen (Mw) 6,5 hingga 7,7.
Berdasarkan peta historis gempa Sumatera, Wisnu menjelaskan bahwa lokasi kejadian gempa pada Jumat (25/2/2022), merupakan daerah sekitar titik segmen yang pernah terjadi gempa dengan kekuatan magnitudo 6,8 pada 1926.
“Bahaya gempa tidak pernah muncul sendirian. Kita tahu gempa menyebabkan retakan-retakan yang mungkin terjadi longsor akibat dipicu hujan,” ucapnya.
Tak hanya itu, imbuh Wisnu, gempa juga dapat diikuti oleh dampak bencana lainnya seperti likuifaksi atau pencairan tanah dan memicu tsunami. Oleh karena itu, peta bahaya gempa menjadi tidak sekadar bahaya goyangan gempa semata.