Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jatam: Kekerasan Kerap Terjadi di Wilayah Pertambangan

Kompas.com - 14/02/2022, 19:47 WIB
Tatang Guritno,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan, kekerasan kerap terjadi pada masyarakat di berbagai wilayah pertambangan di Tanah Air. Kepala Kampanye Jatam, Melky Nahar mengatakan, kekerasan kerap dilakukan untuk membungkam penolakan warga.

“Dimana pun tambang hadir dan beroperasi, kekerasan adalah salah satu pola yang selalu digunakan untuk menekan resistensi warga,” kata Melky pada Kompas.com, Senin (14/2/2022).

Melky menerangkan, aktor-aktor yang terlibat biasanya aparat keamanan, preman, hingga organisasi masyarakat (ormas).

Baca juga: Kunjungi Desa Wadas, Ganjar Minta Maaf dan Dengarkan Keluhan Warga Soal Izin lokasi Tambang

“Yang di belakangnya ditunggangi oleh perusahaan tambang,” ucap dia.

Karena itu, Melky mendesak pemerintah tidak hanya melakukan evaluasi di sisi administrasi. Lebih jauh, pemerintah juga menyentuh aspek tindak pidana lingkungan, kemanusiaan, dan perusahaan.

“Tak kalah penting juga evaluasi di internal pemerintah dan aparat keamanan itu sendiri,” sebutnya.

“Terutama oknum-oknum yang lebih sering bekerja melayani korporasi tambang, lalu mengabaikan keselamatan warga,” kata Melky.

Jika tidak ada evaluasi mendasar dari pemerintah, lanjut Melky, akan semakin banyak warga yang menolak aktivitas penambangan menjadi korban kekerasan hingga kriminalisasi.

“Selama ini warga di daerah lingkar tambang terus jadi korban, sebagian besar dikriminalisasi menggunakan Undang-Undang Minerba, terutama Pasal 162 soal tindak pidana menghalang-halangi aktivitas perusahaan,” ujar dia.

Baca juga: Demo Tolak Tambang di Parigi Moutong, Satu Korban Dilaporkan Tewas

Sepekan terakhir terjadi dua insiden kekerasan yang diduga melibatkan aparat kepolisian di daerah pertambangan. Pertama, pada Selasa (8/2/2022) ratusan aparat memasuki Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah untuk mengawal petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) melakukan pengukuran lahan pertambangan bahan material pembangunan Bendungan Bener.

Sebanyak 64 warga kemudian ditangkap dan ditahan aparat.

Tersebar di media sosial sejumlah warga dikepung aparat saat sedang beribadah di masjid dan terkena tindakan kekerasan saat proses penangkapan berlangsung.

Sejumlah warga Wadas diketahui menolak wilayahnya digunakan sebagai lokasi pertambangan karena akan mematikan sejumlah mata air yang digunakan sebagai sumber kehidupan sehari-hari.

Lalu pada Sabtu lalu seorang warga bernama Rifaldi tewas dalam demonstrasi di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Diduga Rifaldi meninggal karena tembakan aparat saat membubarkan demonstran dengan paksa.

Aksi unjuk rasa itu dilakukan karena massa yang menolak Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Trio Kencana di wilayah itu. Saat ini pihak kepolisian sedang melakukan penyelidikan untuk mencari anggotanya yang diduga melakukan penembakan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com